text
stringlengths
91
2k
label
stringclasses
3 values
tags
stringlengths
7
211
30 Tahun Waduk Cirata, Ditandai Penurunan Kualitas Air | “Ini menjadi prioritas, dilihat dari kualitas air saat ini. Kami lakukan pemetaan agar terkendali. Di satu sisi, sebetulnya petani ikan mengakui hasil KJA menurun. Kami juga berkoordinasi dengan pihak terkait mencari ekonomi alternatif,” kata Satriyo.  Petani ikan Cirata di Desa Margalaksana, Cipeundeuy, Aep (35), mengungkapkan, hasil panen kerap merugi karena tidak sebanding dengan pengeluaran. Satu petak rata-rata membutuhkan pakan ikan sekitar 1-1,5 ton. Panen 3-4 bulan sekali.“Ikan akan mati massal jika arus air bawah naik ke atas. Biasanya, membawa limbah dan mematikan seluruh ikan yang ada di keramba. Ini berlangsung setiap menjelang musim hujan. Apalagi sekarang air sudah jelek. Banyak ikan yang terkena penyakit,” tandasnya.   [SEP]
0
['budidaya', 'masyarakat desa', 'penyakit']
Aksi di Kapal Tanker Sawit Wilmar, Aktivis Greenpeace Ditahan | [CLS]   Aksi damai aktivis Greenpeace menaiki kapal kargo pengangkut minyak sawit milik Wilmar berujung penahanan. Enam aktivis Greenpeace ditahan kapten kapal tanker raksasa Stolt Tenacity. Mereka menaiki kapal kargo sepanjang 185 meter yang sedang membawa muatan produk minyak sawit dari Wilmar International.Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Asia Tenggara berada di atas kapal Greenpeace Esperanza.. Dihubungi Mongabay via Whatsapp dia mengtakan, Kapal Stolt Tenacity, membawa muatan minyak sawit Wilmar dari Indonesia ke Eropa.Sejumlah aktivis Greenpeace dari Indonesia, Jerman, Inggris, Perancis, Kanada dan Amerika Serikat, aksi damai menaiki kapal protes perusakan hutan di Indonesia oleh perkebunan sawit.Kapal itu membawa minyak sawit dari kilang penyulingan Wilmar di Dumai, Riau. Kilang di Dumai, menampung pasokan minyak sawit dari para perusahaan sawit termasuk Bumitama, Djarum, keluarga Fangiono dan Gama. Fasilitas Wilmar lain memasok satu atau dua dari dua kilang, termasuk kilang PT Multi Nabati Sulawesi milik Wilmar, yang diduduki Greenpeace pada September lalu.“Aksi ini terjadi di Perairan Teluk Cadiz di dekat Spanyol, sampai sekarang aktivis masih ditahan” kata Kiki Taufik dari kapal Esperanza Greenpeace.Sebelum ditahan, mereka berhasil membentangkan spanduk bertuliskan “Save our Rainforest” (selamatkan hutan hujan kita) dan “Drop Dirty Palm Oil” (hentikan minyak sawit kotor).Sebelum aksi mulai, kapten kapal telah diberitahu melalui saluran radio VHF tentang protes damai dan tanpa kekerasan. “Pemberitahuan aksi damai kami diacuhkan, dan menahan para relawan di salah satu kabin kapal kargo,” katanya.  Hannah Martin, Jurukampanye di kapal Greenpeace Esperanza mengatakan, mereka memiliki keterbatasan kontak radio dengan sukarelawan dan meminta kapten kapal membebaskan mereka.
0
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'konflik', 'penelitian', 'penyelamatan lingkungan', 'perusahaan', 'sawit']
Aksi di Kapal Tanker Sawit Wilmar, Aktivis Greenpeace Ditahan | Dalam rilis investigasi Greenpeace terbaru menyebutkan, Wilmar merupakan pemasok utama minyak sawit untuk perusahaan raksasa makanan ringan, Mondelez . Produk-produk terkenal Mondelez antara lain biskuit Oreo, cokelat Cadbury, dan biskuit Ritz.Investigasi itu menemukan, pemasok minyak sawit Wilmar telah menghancurkan 70.000 hektar hutan di seluruh Asia Tenggara dalam dua tahun dan bukti terkait kebakaran hutan, pekerja anak, eksploitasi pekerja, penebangan ilegal hingga perampasan tanah.“Minyak sawit dapat diproduksi tanpa merusak hutan. Lebih dari 1 juta orang di seluruh dunia menuntut tindakan nyata. Saatnya bagi Mondelez dan merek rumah tangga lain mendengarkan seruan menjauhi Wilmar hingga terbukti minyak sawit bersih, ” ​​ kata Martin.Dari rilis Greenpeace, Waya Maweru, pemanjat asal Sulawesi Utara mengatakan, telah menyaksikan dampak deforestasi dari ulah perusahaan perkebunan sawit nakal yang menyebabkan kota-kota tercekik kabut asap kebakaran hutan.Hingga kini, Greenpeace terus berkomunikasi dengan kapten kapal meminta pembebasan para aktivis. Keterangan foto utama:  Aksi Greenpeace meminta Wilmar menghentikan perusakan hutan di Indonesia.Foto: Greenpeace [SEP]
0
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'bencana alam', 'foto', 'konflik', 'penyelamatan lingkungan', 'perusahaan', 'sawit']
Catatan Kritis Divestasi Freeport | [CLS]  Pemerintah Indonesia telah menandatangani head of agreement (HoA) dengan Freeport Mc MoRan soal divestasi saham. Beberapa pihak mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia yang berupaya menyelesaikan negosiasi alot dengan perusahaan Amerika Serikat ini. Pihak lain mengkritisi, seperti berbagai organisasi masyarakat sipil. Mereka memberikan catatan kritis terutama soal masalah lingkungan yang belum tuntas dan akuntabilitas dari proses transaksi divestasi.Baca juga: Pemerintah Ambil Alih 51% Saham Freeport, Akankah jadi Kabar Baik bagi Lingkungan dan Orang Papua?Khalisah Khalid, Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Walhi menilai,  persoalan Freeport harus juga dilihat dari aspek keadilan dan keberlanjutan. Bukan hanya bagi pemerintah Indonesia, tetapi orang Papua, terutama masyarakat adat dan lingkungan.Bagi Walhi, katanya, persoalan Freeport di tanah Papua,  bukan soal perdagangan atau ekonomi semata. Ada begitu banyak fakta kejahatan Freeport seperti pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia orang Papua.“Kerugian hilangnya kehidupan, kebudayaan, penghancuran bentang alam dan hutan Papua, pencemaran lingkungan selama ini tak jadi dasar penghitungan dalam cerita investasi, semua dianggap tak ada nilai,” kata Alin, panggilan akrabnya.Maurits J Rumbekwan, Direktur Walhi Papua, dalam rilis menyatakan, Freeport adalah gambaran luka orang Papua.“Bukan hanya kerugian ekonomi, bangsa Indonesia dan orang Papua selama ini telah mengalami kerugian atas nilai-nilai kehidupan, kebudayaan dan lingkungan hidup yang dihancurkan industri raksasa ini di tanah  ulayat Suku Amungme dan Kamoro,” katanya.Baca juga: Kementerian Lingkungan Permasalahkan Penanganan Limbah B3 Freeport di Mimika
0
['masyarakat desa', 'konflik', 'perdagangan', 'perusahaan', 'politik']
Catatan Kritis Divestasi Freeport | Menurut Alin, penandantanganan HoA, tak boleh jadi penghapusan atau pemaafan atas berbagai pelanggaran HAM.  Hingga kesepakatan ini ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Freeport, pemerintah Indonesia berkewajiban mengusut dugaan pelanggaran HAM dan lingkungan sebelum kesepakatan ditandatangani.“Juga mencegah keberulangan dengan menghentikan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.”Freeport juga harus tunduk pada ketentuan hukum dan regulasi di Indonesia. “Penegakan hukum juga harus tetap dilakukan.”Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan dugaan kerugian negara atas implementasi kontrak karya Freeport sekitar Rp185 triliun. Pelanggaran itu, kata BPK,  mulai penggunaan hutan lindung, kelebihan pencairan jaminan reklamasi, dan penambangan bawah tanah izin lingkungan. Juga, kerusakan karena pembuangan limbah di sungai, utang kewajiban dana pasca tambang dan penurunan permukaan akibat tambang bawah laut.“Pemerintah Indonesia, khusus Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus tetap memajukan penegakan hukum atas temuan BPK ini. Freeport juga harus tunduk pada UU Minerba, kewajiban perubahan kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan.”Walhi mendesak, setelah lebih setengah abad Freeport menguasai Indonesia dengan investasi tambang, mereka harus phase out dari Indonesia.Pemerintah Indonesia, katanya,  harus menyiapkan kebijakan transisi berkeadilan bagi orang Papua dan lingkungan. Dalam proses menuju ke arah phase out, katanya, kewajiban-kewajiban perusahaan ini harus dipenuhi, antara lain pemulihan lingkungan yang telah tercemar dan hancur, antara lain soal pembuangan tailing ke sungai.Dalam masa transisi ini,  katanya, pemerintah harus menyiapkan ekonomi baru bagi orang Papua, terutama masyarakat adat. “Juga bagaimana menghentikan penggunaan kekerasan terhadap orang Papua.”  Mengapa harus divestasi?  
0
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'masyarakat desa', 'kebijakan', 'konflik', 'pendanaan', 'perusahaan', 'politik', 'hewan terancam punah', 'tambang']
Catatan Kritis Divestasi Freeport | Dosen energi dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi menilai,  masyarakat harus senang dan bangga bila pemerintah melalui BUMN (PT Inalum) memiliki saham 51% di Freeport.“Perlu diapresiasi kerja baik. Katanya kerja dalam diam selama 3.5 tahun, hingga akhirnya pemerintah dan  Freeport sepakat transaksi jual-beli saham (divestasi saham).” Sebenarnya, negosiasi telah mulai sejak 2012.“Tentu kesenangan itu harganya tidak murah, tidak cuma-cuma,” kata Redi.Mengapa? Pertama, pembelian 41,64% saham Freeport hingga kepemilikan saham pemerintah melalui Inalum jadi 51%, itu dibeli bukan gratis. Harganya, US$3.85 miliar atau Rp55 triliun. “Semoga harga ini dihitung berdasarkan replacement cost bukan fair market value.”Kedua, lanjut mantan Kepala Subdivisi Regulasi Sumber Daya Alam Kementerian Sekretaris Negara ini, US$3.85 miliar ini jumlah besar. Inalum tak punya dana sebesar itu. Bahkan apabila dihitung total seluruh aset Holding BUMN Pertambangan (Inalum, Bukit Asam, Antam, dan Timah) baru Rp58 triliun.  Jadi, katanya, Inalum pasti mencari pembiayaan dengan berutang ke BUMN perbankan atau bank-bank swasta lain.“Di saat kondisi keuangan negara sedang terbebani, pilihan pembiayaan melalui utang di perbankan ini jadi pilihan ngeri-ngeri sedap. Apalagi bila melalui pembiayaan asing. Ini tentu tidal sesuai filosofi divestasi saham yaitu guna pemanfataan potensi nasional untuk kemanfaatan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat Indonesi,” katanya.Adakah opsi lain untuk mendapatkan saham tidak hanya 51% bahkan 100% secara cuma-cuma? “Jawabannya ada,” kata Redi.
1
['energi', 'kebijakan', 'konflik', 'pendanaan', 'penelitian', 'perdagangan', 'politik', 'tambang']
Catatan Kritis Divestasi Freeport | Opsinya, selain pembelian saham divestasi, yaitu tak memperpanjang operasi Freeport pasca berakhirnya kontrak karya 2021 atau akan berakhir kurang tiga tahun lagi. Membeli saham divestasi atas suatu perusahaan yang akan habis kontrak karya, katanya, sama saja dengan membeli sesuatu yang sebentar lagi jadi milik pemerintah sendiri. Apabila operasi tambang Freeport tidak diperpanjang pasca 2021, eks wilayah dimiliki 100% oleh pemerintah tanpa embel-embel membeli saham divestasi.Kala operasi Freeport tak ada perpanjangan pasca 2021, pemerintah, tak perlu lagi membeli saham divestasi hingga tak perlu membeli dengan harga fantastis.Opsi berani dan berdaulat lain, katanya, jadikan cadangan mineral di wilayah usaha Freeport sebagai modal atau saham negara.Tawarannya, pemerintah akan memperpanjang operasi Freeport pasca 2021, dengan jadikan cadangan mineral di wilayah kegiatan usaha Freeport sebagai modal atau saham negara sampai 51% modal.“Artinya pemerintah tak perlu membeli saham itu.”Untuk melaksanakan opsi berani dan berdaulat ini, Indonesia perlu pemerintah berani dan tak takut kepada Amerika Serikat dan Freeport.Divestasi saham, kata Redi, bermanfaat bagi negara karena akan ada peralihan kontrol dan manfaat ekonomi (deviden) dari asing ke pemerintah.  AkuntabilitasKoalisi Masyarakat Sipil, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia pada satu sisi mengapresiasi niat baik dan upaya pemerintah selama 3,5 tahun belakangan menyelesaikan polemik kontrak Freeport menjelang masa kontrak berakhir 2021. Sisi lain,  PWYP mengingatkan, masih banyak pekerjaan harus diselesaikan dan didetailkan menyangkut kepastian pengelolaan sumber daya alam di Papua.Prosesnya juga harus berjalan transparan dan akuntabel, perlu konsistensi para pihak dalam memegang kesepakatan, dan perlu pertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif termasuk soal lingkungan, sosial, dan kepentingan masyarakat lokal di Papua.
1
['konflik', 'perusahaan', 'politik', 'tambang']
Catatan Kritis Divestasi Freeport | Maryati Abdullah, Koordinator Nasional PWYP Indonesia mengatakan langkah penandatanganan Heads of Agreement ini masih menyisakan banyak pertanyaan untuk didalami secara kritis, agar benar-benar memberikan keuntungan bagi bangsa dan masyarakat.“Bagaimana metode valuasi atau penentuan nilai kepemilikan saham Indonesia pada Freeport? Apakah telah tercapai final kesepahaman jumlah dan nilai perhitungan atau penafsirannya? Apakah penandatanganan kesepakatan final, hingga dapat disebut penguasaan 51% saham telah sah?”Dengan HoA, tersirat pengelolaan tambang oleh Freeport akan berlanjut hingga 2041. Pertanyaannya, kata Maryati, apakah telah tercapai kesepahaman, komitmen dan kesepakatan akan bentuk pengelolaan, yang menurut UU bukan lagi berbentuk kontrak karya melainkan IUPK.Dengan kata lain, Freeport bukan hanya harus melepaskan 51% saham juga menyepakati klausa kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri untuk peningkatan nilai tambah, bersepakat atas ketentuan fiskal dan perpajakan secara prevailing yang disyaratkan pemerintah. Juga serta bersedia mematuhi segala ketentuan standar lingkungan dan sosial di yurisdiksi Indonesia.“Jika tidak, pemerintah dapat sewaktu-waktu memberi sanksi bahkan mengakhiri IUPK Freeport.”Senada disampaikan Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR).Pada dasarnya, katanya, negosiasi Agustus 2017 dan  Juli 2018 tak banyak berubah walaupun nilai ambil alih kepemilikan disepakati US$3.85 miliar. Perlu diingat, katanya, angka ini pembayaran participating interest Rio Tinto pada operasi saat ini.Dengan fakta ini pemerintah perlu memberikan klarifikasi atas klaim bahwa Indonesia menguasai 51% saham Freeport. Publik, katanya,  perlu mencermati tahapan perundingan berikutnya, termasuk tanggung jawab Freeport mengatasi kerusakan lingkungan dari operasi selama ini.“Jangan sampai beban itu dialihkan kepada Inalum seiring penguasaan mayoritas saham Freeport.”
1
['kebijakan', 'konflik', 'lahan', 'pendanaan', 'tambang']
Catatan Kritis Divestasi Freeport | PWYP Indonesia juga mendesak pemerintah terlebih dahulu mengusut enam indikasi pelanggaran lingkungan Freeport, berdasarkan laporan BPK dalam 2013-2015.“Sejauh ini , masalah-masalah itu belum menemui titik terang penyelesaian, padahal BPK telah menghitung potensi kerugian negara ditimbulkan Freeport.  Jumlahnya fantastis, Rp185,563 triliun,” kata Aryanto Nugroho, Manajer Advokasi PWYP Indonesia.Persoalan lain,  yang masih pekerjaan rumah pemerintah yakni penyelesaian 47 ​pelanggaran lingkungan Freeport dari hasil temuan Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) meliputi ketidaksesuaian operasi dengan rencana pemantauan dan pengelolaan lingkungan (RKL-RPL).Menurut KLHK, Freeport juga tak memantau dan mengendalikan beragam polusi di udara, laut, sungai, dan hutan, termasuk limbah berkategori bahan berbahaya dan beracun (B3).Sementara itu, Nurkholish Hidayat dari Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia – Lokataru mengingatkan, para pihak yang melakukan kesepakatan tak mengabaikan status dan kondisi para pekerja Freeport , terutama 8.400 pekerja mogok dan PHK sepihak oleh manajemen karena dianggap mangkir.Nurcholish menyesalkan suara pemerintah (Menteri Tenaga Kerja) absen atas nasib para pekerja itu. “Perhatian atas pekerja seharusnya sama besar dengan perhatian terhadap ekonomi,” kata pria juga wakil masyarakat sipil di EITI Indonesia.  Transparansi dan akuntabilitasFabby juga Dewan Pembina PWYP Indonesia menambahkan,  pemerintah harus terbuka dan transparan kepada publik terkait penentuan nilai dan pelepasan saham Freeport yang memerlukan dana besar ini.“Bagaimana rute dan mekanisme valuasi-nya, komponen apa saja yang yang dihitung? Termasuk juga darimana sumber pembiayaan divestasi? Jangan sampai over value, berujung merugikan keuangan negara.”
0
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'masyarakat desa', 'pendanaan', 'politik']
Catatan Kritis Divestasi Freeport | Transparansi, katanya, hal krusial agar publik dan segenap pihak mendapatkan informasi benar dan seimbang mengenai keadaan sesungguhnya dari proses yang berlangsung. Dengan begitu, tak terjadi informasi asimetris, yang dapat memicu kekeliruan bahkan polemik publik yang tidak sehat karena ketidaktahuan dan kurang informasi.Dokumen dan informasi kesepakatan dan kesepahaman,  sejatinya ditunjukkan dan dibuka kepada publik agar tak salah tafsir.“Misal, dari HoA kemarin, mengapa bukan isi HoA yang didetailkan justru yang beredar siaran pers dari masing-masing pihak, yang satu sama lain bisa saja berbeda sudut penekanan,” kata Maryati.PWYP mengapresiasi upaya pemerintah melaporkan perkembangan setiap proses kepada publik, tetapi, katanya, tanpa transparansi, potensi penggiringan informasi menyesatkan ataupun politisasi opini sangatlah rawan.Sebaliknya, dengan keterbukaan,  debat dan diskursus sehat akan berkembang dan kontruktif. Standar transparansi dan keterbukaan informasi publik, katanya,  menurut UU juga mensyaratkan pemerintah memberikan alasan kebijakan dan argumen sejelas-jelasnya kepada publik.  Bagaimana Orang Papua?Adolfina Kuum, tokoh perempuan Suku Amunghme juga memberikan komentar. Menurut dia, masyarakat di Amungme dan Kamoro, tak lagi peduli dengan pembicaraan terkait Freeport.“Tidak ada satupun yang bicara kenyataan di sini seperti apa. Mereka (pemerintah) bicara divestasi saham tetapi tidak berbicara akibat yang ditimbulkan. Ada dua suku di sini. Suku Amungme di Pegunungan dan Kamoro di Dataran rendah.”Pemerintah, kata Adolfina,  seharusnya memberi perhatian pada hasil audit lingkungan Freeport.  Dia menyebut,  sungai-sungai di wilayah pesisir rusak karena sudah tertimbun limbah tailing, antara lain Sungai Yamaima, Nifa, Samban, Wanowong, Jikwa, Kali Kopi, Amutuwau, dan Menarjawei.
1
['masyarakat desa', 'kebijakan', 'konflik', 'politik', 'trivia']
Catatan Kritis Divestasi Freeport | “Sungai-sungai ini dinyatakan tercemar dan hilang. Di dalam sungai-sungai ini tersimpan sendi-sendi kehidupan masyarakat suku asli.  Sungai-sungai ini jadi tempat pencarian makan. Ini sudah hancur semua. Hilang.”Kalau di pesisir,  ruang hidup masyarakat hancur karena limbah tambang (tailing), Suku Amungme di Pegunungan,  ruang hidup hancur dengan bom Freeport untuk mendapatkan emas dan mineral.“Kami tidak mau bicara divestasi, ini kehancuran di depan mata. Kehancuran budaya, ketergantungan hidup tinggi ke Freeport dan kerusakan lingkungan.”Fred Boray ,  Sekretaris Dinas Pertambangan Papua mengatakan, dari 51% divestasi saham Freeport, 10% untuk Pemerintah Papua. Di dalam itu termasuk untuk Pemerintah Timika dan masyarakat adat pemilik ulayat.Dengan demikian, katanya, pemerintah daerah harus menanamkan modal 10%. Hingga kini,  belum ada kejelasan bagi pemerintah daerah dan belum ada arahan apakah modal 10% ditanggung pemerintah daerah atau Inalum.“Yang jadi persoalan bagi kami, dari 10% itu kita dapat dalam bentuk bagaimana? Angka berapa? Itu bagian dari tanggungg jawab di dalam Freeport ke depan.”Fred menyatakan, Pemerintah Papua menunggu keputusan pusat (Inalum).Soal masalah lingkungan, katanya, dana pemulihan dikelola sendiri oleh Freeport. Dana itu,  masuk dalam program tanggunjawab sosial Freeport.Mengenai pencemaran karena tailing, katanya, pemerintah daerah meminta kompensasi pembayaran air permukaan. Besar kompensasi Rp5,6 triliun. Sayangnya, permintaan itu sudah dibatalkan Makhkama Agung.“Dari pesawat bisa kelihatan luas wilayah yang dipakai pengendapan. Jadi pemerintah daerah berpikir kalau sudah sampai menggunakan tanah yang seluas ini, tidak ada kontribusi untuk kami. Maka minta dari air. Mahkamah Agung sudah putuskan, dibatalkan seluruhnya. Ini yang jadi masalah.” Keterangan foto utama: “Daratan’ yang terlihat itu merupakan endapan tailing PT Freeport. Foto: Yoga Pribadi   [SEP]
0
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'foto', 'konflik', 'pendanaan', 'politik', 'tambang']
‘Memanen’ Listrik Sambil Menjaga Hutan di Desa Non Blok | [CLS] Di sebuah kawasan hutan tak jauh dari pemukiman warga, berdiri sebuah bangunan dengan deru mesin bergema di dalamnya. Bangunan tersebut adalah gardu turbin (power house) Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Desa Non Blok, Kecamatan Kalaena, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.Delapan tahun sejak didirikan, bangunan tersebut masih terjaga dengan baik. Mesin-mesin di dalamnya masih utuh. Kalaupun ada kerusakan, biasanya bisa cepat diperbaiki oleh pengelolanya.“Kalau pun ada kerusakan berat biasanya tinggal ganti alatnya, cuma harus dibeli di Makassar dan Surabaya,” ungkap Mika Siampa (30), salah seorang pengelola PLTMH tersebut, awal April 2018 lalu.Menurut Mika, alat yang sering rusak dan harus diganti setiap tahun adalah bearing atau laher. Alat ini rentan dengan kerusakan karena bekerja di dalam air. Alat lainnya adalah puly, yang sudah mengalami beberapa kali pergantian.Peralatan yang ada di PLTMH harus selalu dikontrol dan dirawat. Mesin bisa tiba-tiba mati menyebabkan sebagian desa menjadi gelap gulita di malam hari.“Biasanya mesin sering mati di musim hujan karena saluran air tersumbat. Baik itu oleh ranting ataupun dedaunan yang terbawa dari sungai,” ungkap Mika.baca : Tri Mumpuni, Terangkan Daerah Terpencil dengan Energi Air dan Angin  Saluran air sepanjang sekitar 100 meter dengan lebar 1,5 meter itu di ujungnya terdapat dam. Gunanya untuk mengontrol aliran air masuk ke pembangkit. Di depan dam ini terdapat saringan (sand trap) yang berfungsi menyaring kotoran-kotoran atau sampah-sampah yang terbawa air dari sungai.PLTMH di Desa Non Blok ini adalah 1 dari 7 lokasi PLTMH yang dibangun oleh Dinas ESDM Kabupaten Luwu Timur pada 2010 lalu. Listrik PLN sendiri saat itu belum bisa menjangkau dan masih dalam tahap penjajakan. Keadaan masih gelap gulita.“Dulu desa kami ini sangat terpencil, akses transportasi pun susah tidak seperti sekarang,” ungkap Suryadi, Kepala Desa Non Blok.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'penyelamatan lingkungan', 'sampah']
‘Memanen’ Listrik Sambil Menjaga Hutan di Desa Non Blok | Berbeda dengan lokasi lain, PLTMH Desa Non Blok ini masih bertahan hingga sekarang. Jika di awal adanya PLTMH dengan kapasitas 22 ribu kwh ini jumlah rumah yang dialiri mencapai 290 rumah atau seluruh rumah yang ada di desa tersebut, maka sekarang jumlah pelanggan hanya sebanyak 90 rumah saja. Khusus untuk keluarga yang kurang mampu.Kelemahan PLTMH adalah tegangan atau voltase yang tidak stabil dan tidak tetap, jika dari PLTMH keluar dengan tegangan 220 volt, maka ketika sudah menjangkau rumah-rumah tegangannya semakin berkurang seiring dengan semakin jauhnya rumah dari PLTMH.Dalam kondisi pemakaian normal, sekedar penerangan lampu dan TV biasanya tak ada masalah. Hanya saja di waktu-waktu tertentu, khususnya di saat pemakaian puncak listrik akan menjadi redup.“Kalau rumah terdekat dengan PLTMH biasanya nyalanya akan terang sekali, maka rumah terjauh mulai redup dan tak stabil. Apalagi kalau pemakaian banyak dan serentak,” jelas Suryadi.baca : Desa-desa Ini Penuhi Energi dari Sumber Lokal Ramah Alam  Di tahun 2015, ketika listrik dari PLN mulai masuk, sebagian besar rumah beralih ke listrik PLN. Rumah yang bertahan umumnya keluarga yang tak mampu. Untuk pemasangan instalasi listrik dari PLN di rumah-rumah butuh biaya pemasangan instalasi yang cukup besar, yaitu Rp2,8 juta. Iuran bulanan pun cukup besar dan terus mengalami peningkatan.Kelebihannya adalah dayanya yang stabil, sementara listrik PLTMH cenderung tak stabil, kekuatannya semakin berkurang jika rumah jauh dari gardu.“Kalau listrik PLTMH itu biasanya tidak kuat untuk pemakaian kulkas. Malah bisa bikin rusak kulkas. Makanya banyak yang kemudian beralih ke listrik PLN. Yang bertahan listrik PLTMH karena kebutuhannya juga memang tak banyak, hanya untuk penerang saja,” jelas Suryadi.
1
['masyarakat desa', 'pendanaan', 'penyelamatan lingkungan']
‘Memanen’ Listrik Sambil Menjaga Hutan di Desa Non Blok | Ketika listrik PLN mulai masuk, sempat ada pertanyaan dari pihak PLN terkait keberadaan PLTMH tersebut, namun pemerintah desa setempat kemudian bisa meyakinkan bahwa keberadaan PLTMH tersebut tidak akan mengganggu suplai listrik PLN secara signifikan.Terbukti kemudian, antusias warga untuk listrik PLN cukup besar. PLN juga dinilai tidak bisa mengabaikan listrik PLTMH karena dibangun pemerintah menggunakan APBD, bukan dari swadaya masyarakat. Apalagi kemudian dari segi aliran listrik menggunakan instalasi yang berbeda.“Tak ada alasan PLN untuk menolak keberadaan PLTMH tersebut,” jelas Suryadi.Ketika listrik PLN masuk, sebagian besar warga yang pindah aliran ke listrik PLN langsung membeli perangkat-perangkat elektronika, seperti mesin cuci, rice cooker, dan lainnya. Pemakaian listrik warga rata-rata Rp100 – Rp200 ribu per bulan, dengan menggunakan listrik pra bayar.Belakangan penggunaan listrik pra bayar ini sarat dengan masalah. Tagihan listrik Suryadi pernah mencapai Rp300 ribu – Rp400 ribu per bulan. Tagihan menjadi normal setelah ia komplain ke PLN, yang kemudian melakukan perbaikan pada meteran listriknya.Menurut Mahyuddin, pejabat penanggungjawab pembangunan PLTMH ini dari Dinas ESDM Luwu Timur, tak semua PLTMH tersebut bisa bertahan hingga sekarang, seperti halnya di Desa Non Blok. Kendalanya pada perilaku masyarakat dalam menggunakan listrik secara berlebihan sehingga menyebabkan kerusakan pada dinamo.“Banyak yang dinamonya jebol karena kelebihan kapasitas meski sudah digunakan pembatas. Masalah lain adalah penentuan lokasi yang tidak tepat, ini yang perlu dievaluasi studi dan DED yang akurat khususnya tentang debit air. Banyak lokasi yang jika musim kemarau airnya berkurang sehingga PLTMH tidak bisa digunakan,” katanya.baca : Pangan sampai Listrik di Nagari Ini dari Hutan yang Terjaga  
1
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'pendanaan', 'penelitian', 'penyelamatan lingkungan', 'politik']
‘Memanen’ Listrik Sambil Menjaga Hutan di Desa Non Blok | Menurutnya, keberadaan PLTMH ini masih dibutuhkan masyarakat di Luwu Timur, khususnya untuk daerah-daerah yang sulit dijangkau jaringan PLN dan memiliki potensi untuk pembangunan PLTMH. Apalagi di Lutim sendiri masih terdapat sejumlah daerah yang tak terjangkau listrik khususnya di daerah pesisir pegunungan.Tantangan pembangunan PLTMH ini sendiri adalah keterbatasan anggaran dan sinkronisasi program listrik desa oleh PLN dengan pemerintah daerah yang perlu ditingkatkan.Setelah Dinas ESDM kabupaten dihapuskan, penanggung jawab pengelolaan dan pengawasan PLTMH ada pada Dinas Transmigrasi dan Pemukiman (Tarkim). Tanggung jawab pengadaan untuk PLTMH ini tidak lagi berada di kabupaten tetapi di provinsi dan pusat.“Sekarang pengadaan PLTMH dan peningkatan kapasitas PLTMH masih bisa dilakukan namun pengusulannya ke provinsi dan pusat. Daerah hanya bisa memasilitasi saja. Kita juga akan membantu mendorong adanya bantuan ini dari provinsi dan pusat,” katanya.Suryadi sendiri berharap program PLTMH ini tetap dipertahankan, termasuk di daerah yang listriknya telah ada, seperti Desa Non Blok. Kalau perlu ada peningkatan daya hingga 50 ribu kwh.“Kita sudah rasakan manfaat PLTMH ini sangat besar bagi masyarakat. Bagaimana dulu desa ini gelap gulita lalu menjadi terang sejak adanya listrik PLTMH, dan semakin terang dengan masuknya listrik dari PLN. PLTMH masih harus ada karena tidak semua warga mampu membeli kwh dari PLN. Ini sangat membantu masyarakat miskin di sini,” katanya.Keberadaan PLTMH ini juga dinilai berdampak positif bagi terjaganya hutan di sekitar desa tersebut yang berbatasan dengan kawasan hutan cagar alam marga satwa Faruhempanai.“Di sekitar hutan sini masih sering kita lihat Anoa dan Rangkong. Selama PLTMH ada maka hutan ini akan selalu terjaga,” katanya.  [SEP]
2
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'penyelamatan lingkungan', 'hewan terancam punah']
Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat | [CLS] Pengelolaan perikanan di kawasan konservasi perairan (KKP) Provinsi Papua Barat secara bertahap terus meningkat kondisinya dibandingkan waktu sebelumnya. Di provinsi tersebut, pengelolaan kini dilakukan secara terintegrasi dengan melibatkan aspek pelestarian alam dan manfaat ekonomi jangka panjang bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.Integrasi pengelolaan tersebut diperkenalkan secara resmi untuk pertama kali dalam sebuah loka karya yang dilaksanakan di Manokwari, Papua Barat, pekan lalu. Loka karya yang diinisiasi Conservation International (CI) Indonesia bersama Yayasan Bina Usaha Lingkungan Environmenal Defense Fund (YBUL-EDF), bertujuan untuk mengampanyekan gerakan pengelolaan KKP dengan lebih baik lagi.Pemprov Papua Barat terus aktif melibatkan seluruh kabupaten dan kota agar bisa segera menerapkan pengelolaan yang terintegrasi. Sebagai langkah awal, KKP Daerah Kabupaten Kaimana berperan sebagai daerah pertama yang menerapkan pengelolaan terintegrasi.baca : Diluncurkan Dana Abadi untuk Pengelolaan Kawasan Konservasi Kepala Burung Papua  Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Nataniel D Mandacan di Manokwari, mengatakan, pengelolaan perikanan secara terpadu penting untuk dilaksanakan di Papua Barat, karena harus ada sinergi yang baik antara Pemprov dengan Pemerintah Kabupaten serta pemangku kebijakan lainnya. Melalui pengelolaan yang terintegrasi, perikanan berkelanjutan pada tahap berikutnya bisa tercapai.“Saya mengapresiasi upaya yang dilakukan Kaimana sebagai contohnya dalam pengelolaan terpadu perikanan berkelanjutan dan KPPD,” ucap dia.Melalui pengelolaan integrasi, Nataniel berharap, nantinya akan terbangun sebuah skema kelola kawasan konservasi yang komprehensif dengan melibatkan pelestarian alam dan ekonomi bagi masyarakat. Skema itu dinilainya bisa memicu kebangkitan ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar KKPD seperti Kaimana.
2
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'budidaya', 'kebijakan', 'pendanaan', 'penyelamatan lingkungan', 'politik']
Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat | Pemkab Kaimana sendiri, hingga saat ini terus mendorong pelestarian dan pengelolaan perikanan berkelanjutan yang dapat melindungi sumber pangan dan pendapatan masyarakat. Upaya tersebut semakin aktif dilakukan setelah terbit Surat Keputusan Gubenur No.523/60/3/2018 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kaimana, seluas 508.324 Ha yang meliputi: Kawasan Konservasi Perairan Daerah Buruway, Arguni dan Teluk Etna.Dalam praktiknya, KKP KKPD Kaimana akan menerapkan pengelolaan perikanan berkelanjutan di dalam kawasan melalui kegiatan pengelolaan perikanan berbasis adat. Untuk melaksanakan pendekatan pengelolaan perikanan berkelanjutan dan KKPD, keduanya masih memiliki keterikatan yang kuat dan tidak bisa dilepaskan.baca : Kaimana Deklarasikan Zonasi Laut untuk Konservasi    Dua SisiNataniel menyebut, di satu sisi pengelolaan perikanan berkelanjutan yang baik diharapkan dapat meningkatan pendapatan masyarakat serta mendukung fungsi KKPD. Akan tetapi, di sisi lain, pengelolaan KKPD yang efektif diharapkan bisa menjamin ketersedian stok ikan bagi masyarakat serta meningkatkan fungsi lain dari KKPD peningkatan potensi pariwisata bahari.Marine Program Director CI Indonesia Victor Nikijuluw di kesempatan yang sama mengatakan, selain pengelolaan terpadu perikanan berkelanjutan, khususnya di Kabupaten Kaimana, Pemkab dan Pemprov juga ditantang untuk ikut terlibat dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan. Keterlibatan itu diperlukan, karena sudah ada pengalihan kewenangan pengelolaan perikanan dari Kabupaten ke Provinsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.23/2014.“Maka diperlukan pembahasan gagasan pengelolaan terpadu dengan pemangku kepentingan utama tingkat Provinsi guna menghasilkan sinergi antar Pemerintah Provinsi dan Kabupaten,” jelas dia.
2
['budidaya', 'kebijakan', 'politik']
Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat | Kepala Bidang Pengelolaan Ruang Laut dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat Bastian Wanma, meminta kepada semua pelaku perikanan di Papua Barat untuk bisa meninggalkan praktik perikanan yang eksploitatif dan segera beralih ke praktik perikanan yang modern dan memikirkan keberlanjutan sumber daya yang ada.“Serta memberi multiplier effect bagi sektor lain, terutama pariwisata di KKPD yang saat ini sedang diusahakan dan difasilitasi bersama. Saya harap model ini dapat menjadi sebuah kerjasama pembangunan yang bisa memberikan nilai tambah bagi kesejahteraan masyarakat,” tutur dia.baca : Papua Barat Dijanjikan Bisa Ekspor Langsung Produk Perikanan, Kapan Itu?  Pada 2016, Provinsi Papua Barat sudah memperlihatkan komitmennya untuk menjaga alam di wilayah perairan setelah provinsi tersebut menasbihkan dirinya sendiri sebagai provinsi konservasi pada 19 Oktober 2015. Untuk melakukan komitmen itu, Papua Barat menggandeng kelompok lokal independen yang fokus melaksanakan konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung (BLKB). Saat itu, ada 27 kelompok yang terlibat dalam pelaksanaan konservasi.Sekda Papua Barat Nathaniel D Mandacan mengatakan, kelompok lokal tersebut melaksanakan konservasi setelah mendapatkan hibah dari Inovation Small Grants Program (ISGP). Program tersbeut adalah hibah kecil dan menengah yang diberikan kepada kelompok-kelompok lokal pelaku konservasi di wilayah BLKB yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia.“Kepemilikan lokal merupakan aspek penting bagi keberlanjutan jangka panjang dan keberhasilan pembangunan di Provinsi Papua Barat yang mengedepankan prinsip-prinsip kelestarian sesuai visi Provinsi Konservasi,” jelas dia.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'budidaya', 'perdagangan']
Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat | Dari 27 kelompok tersebut, sebanyak 15 kelompok atau hampir 60 persen merupakan komunitas akar rumput yang berasal dari masyarakat dan bukan merupakan lembaga berbadan hukum. Seluruh kelompok tersebut, melaksanakan inisiasi konservasi berfokus pada kesehatan lingkungan, pembangunan kapasitas lokal, penguatan produksi perikanan berkelanjutan, serta perlindungan habitat dan spesies.baca : Bentang Laut Kepala Burung Dijaga 27 Kelompok Lokal Papua Barat    Kawasan BaruBerkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi laut (KKL) di Indonesia, Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Agus Dermawan mendorong dibentuknya kawasan konservasi baru dengan luas yang besar dan signifikan. Jika itu dimungkinkan, dia berencana akan mendeklarasikan kawasan baru tersebut pada penyelenggaraan World Oceans Conference 2018 yang berlangsung di Bali.“Bagaimana kawasan konservasi yang kita declare itu bisa dikelola dengan baik dan menghasilkan sesuatu untuk masyarakat. Tantangannya ke depan bagaimana membangun jejaring dalam skala besar,” tandas dia.Agus menyebut, membuat KKL besar dan signifikan saat ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Hal itu, bisa dlihat dari keberhasilan pembentukan Taman Laut Sawu yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kawasan konservasi yang ada dalam gugusan kepulauan wilayah Sunda Kecil itu luasnya mencapai 3,35 juta ha.Sementara, Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi, mengungkapkan, salah satu poin penting setelah kawasan konservasi laut terbentuk, adalah bagaimana menjaganya dengan baik. Untuk bisa melakukan itu, harus ada pengawalan yang ketat dari Pemerintah maupun masyarakat di sekitar kawasan.“Contoh adalah alat tangkap ikan, itu harus yang ramah lingkungan. Jika dirasa memang belum ramah (lingkungan), maka harus dicari solusinya. Itu bisa dilakukan, asalkan ada komunikasi dengan nelayan dan masyarakat,” ucap dia.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'budidaya', 'nelayan', 'penyelamatan lingkungan']
Pengelolaan Perikanan Terintegrasi Diperkenalkan di Papua Barat | Salah satu bukti keberhasilan menjaga kawasan konservasi laut, menurut Andi, bisa dilihat dari Taman Laut Sawu. Di sana, sebagian besar masyarakat yang ada di sekitar kawasan tersebut, atau umumnya sekitar Sunda Kecil, sudah mengenal seperti apa itu konservasi.Menurut Andi, karena ada pemahaman dari masyarakat, penerapan konservasi di sekitar tempat tinggal mereka juga menjadi lebih mudah dilaksanakan. Bahkan, kata dia, hampir 50 persen masyarakat di sekitar Sunda Kecil menyatakan setuju konservasi dilaksanakan di sekitar tempat tinggal mereka.“Peran masyarakat adat sangat signifikan dalam melaksanakan konservasi di Sunda Kecil. Kita usulkan agar peran masyarakat adat bisa masuk dalam Undang-Undang, agar menjadi semakin jelas. Kita tidak bisa bergerak selama regulasinya masih abu-abu,” ujar dia.“Ada 10 kabupaten di Sawu ini. Tahun ke tahun harus bisa lebih kongkrit lagi,” tambah dia.  [SEP]
2
['budidaya', 'kebijakan']
Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur | [CLS] Namanya Masnawati. Ia warga Desa Tarengge, Kecamatan Wotu, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Berbeda dengan sebayanya, perempuan berusia 24 tahun ini sehari-hari bekerja sebagai petani kakao. Berada di antara rimbunan pohon kakao dan bibit-bibit yang jumlahnya puluhan ribu setiap hari.Ketika saya menemuinya di rumahnya, menjelang magrib, Kamis (12/4/2018), ia baru saja membersihkan diri selepas dari kebun. Wajahnya bersih berseri seperti gadis muda kebanyakan. Tidak terlihat sebagai petani pada umumnya.Ia lalu memperlihatkan kebun pembibitannya yang berada di halaman rumahnya. Meski tak begitu luas, di lahan itu diproduksi sekitar 20 ribu bibit kakao dalam setahun dalam setahun. Sebagian tangkainya tertutup lembaran plastik hasil penyambungan.“Itu sambung pucuk,” katanya singkat.baca : Baramang, Petani Kakao yang Sukses Membina Petani Lain  Lokasi pembibitan itu dulunya adalah kebun kakao milik ayahnya. Karena kebutuhan lahan untuk lokasi pembibitan, ia menebang seluruh pohon tersebut. Apalagi pohon-pohon tersebut sudah berumur tua dan kurang produktif lagi.Masnawati merintis usaha pembibitan kakao ketika masih sekolah di SMK Pertanian Tomuni, Luwu Timur. Berawal dari usaha patungan bersama empat orang teman sekolahnya pada 2012 lalu. Mereka melihat potensi bisnis jual bibit, karena sebagian besar petani di desanya adalah petani kakao, sementara usaha pembelian bibit kakao belum ada saat itu.“Kami berlima mengumpulkan uang masing-masing Rp100 ribu sehingga terkumpul modal usaha Rp500 ribu. Itu untuk beli kebutuhan pembibitan, seperti polybag, tenda untuk tempat pembibitan, pupuk dan lainnya,” ujarnya.Setelah enam bulan, usaha mereka berhasil. Bibit kakao sebanyak 500 pohon habis terjual. Dengan harga per pohon Rp5.000, mereka memperoleh hasil penjualan Rp2,5 juta. Keuntungan pun dibagi rata dengan teman-temannya.baca : Generasi Muda Enggan Bertani. Ini Solusinya..  
2
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'inovasi', 'lahan', 'pendanaan', 'pertanian', 'trivia']
Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur | Berbeda dengan teman-temannya, Masnawati kemudian melanjutkan usaha pembibitan tersebut. Seluruh hasil keuntungan usahanya digunakan untuk menanam bibit kembali. Saat itu ia akan tamat SMA, sehingga berpikir dari hasil kebun itu kelak bisa membiayai kuliahnya.Benar saja, usaha pembibitannya kemudian terus berlanjut, bahkan ketika melanjutkan kuliah di Politani Pangkep. Jumlah produksi bibit semakin meningkat, seiring dengan semakin banyaknya permintaan. Jika tak sedang di kampung, perawatan kebunnya dilakukan oleh saudara laki-lakinya.Setelah kuliahnya selesai, Masnawati memutuskan untuk mengelola usaha pembibitannya secara lebih intens. Tidak hanya mengelola kebun pembibitan, ia juga memutuskan untuk mengelola secara mandiri sebagian dari kebun kakao ayahnya seluas 1 hektar.Dari hasil pembibitan kakao ini, dalam setahun, Masnawati bisa memperoleh penjualan hingga Rp100 juta. Keuntungan bersih yang bisa ia hasilkan sebesar Rp60 juta. Sementara dari kebun kakao, pendapatannya sekitar Rp30 juta per tahun. Ini berarti, dari usaha kakao ini saja ia mendapatkan penghasilan Rp90 juta per tahun, atau rata-rata Rp7,5 juta per bulan.baca : Laskar Belati, Menjaga Kakao Luwu Tetap Lestari  Ia kini bahkan punya usaha tambahan lain, yaitu penjualan kotoran ayam untuk bahan pembuatan pupuk kompos. Kotoran unggas itu dibeli dari Kabupaten Sidrap dengan harga Rp17.000/karung/sak, dan dijual dengan harga Rp22.000/sak kepada petani. Dalam sebulan ia bisa menjual hingga 150 sak.”Selalu terjual habis, dan bahkan masih banyak yang cari, sementara stok terbatas,” ungkapnya. Berawal dari HobiKesenangan Masnawati bertani berawal dari hobinya terhadap tanaman ketika masih SMP. Ia sering membantu ayahnya di kebun memetik dan membelah buah kakao. Kesenangan bertani ini kemudian membuatnya melanjutkan pendidikan di SMK Pertanian Tomuni.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'pendanaan', 'pertanian', 'trivia']
Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur | Menjelang selesai kuliah, ia magang selama tiga bulan di CRS MARS di Tarengge, tak jauh dari rumahnya. Di saat magang inilah yang kemudian banyak belajar tentang kakao dan kemudian memberinya ide untuk membuka usaha pembibitan kakao.“Ketika lanjut di Politani, saya kembali magang di MARS. Saya belajar lebih banyak lagi tentang kakao. Bahkan sempat juga dibantu ada bantuan Pak Husin dari MARS,” katanya.baca : Mengenal Cocoa Doctor, Petani Kakao Penggerak di Sulawesi  Mengelola pembibitan kakao menurutnya memiliki tantangan tersendiri. Masalah yang biasa ia hadapi adalah ketika musim kemarau yang bisa membuat upaya sambung pucuknya gagal.“Tak banyak, tapi pasti ada yang gagal karena sambungannya kering. Kalau musim hujan juga kadang ada yang gagal karena penyakit namun jumlahnya juga sedikit saja,” tambahnya.Usaha pembibitan Masnawati ini ternyata cukup populer di kalangan petani kakao, tidak hanya dari desanya, namun juga dari desa-desa tetangga, dan bahkan juga banyak dari luar kabupaten. Tidak hanya dari petani, ia juga sering mendapat pemesanan dari pihak pemerintah daerah dalam skala besar.“Sering malah kami kewalahan memenuhi seluruh permintaan.”Meski beberapa kali sempat ingin bekerja di perusahaan, Masnawati kini memantapkan diri untuk tetap menjadi petani. Ia tak risih seperti sebayanya yang lebih memilih bekerja di kota. Justru merasa bangga. Apalagi ia sering diundang menjadi pembicara di berbagai pelatihan petani.Dari usahanya ini juga ia bisa membantu perekonomian keluarga dan menyekolahkan adik-adiknya.“Hasilnya bisa untuk renovasi rumah dan biaya sekolah adik-adik. Ada juga untuk kebutuhan sehari-hari dan ditabung. Sebagian juga untuk tambahan modal usaha. Rencana nanti mau perluas kebun pembibitan.”baca : Cegah Kepunahan Kakao, Dibangun Pusat Penelitian di Pangkep  
2
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'kebijakan', 'lahan', 'penyakit', 'perusahaan', 'hewan terancam punah', 'trivia']
Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur | Andi Fitriani, Corporate Affairs MARS Indonesia, memuji Masnawati yang dinilainya sebagai inspirasi bagi generasi muda di desa yang kini justru banyak meninggalkan lahan pertanian untuk bekerja di kota atau sebagai PNS.“Kita pernah survei dan menemukan bahwa generasi muda yang mau bertani jumlahnya semakin sedikit. Ini juga karena faktor orang tua yang kadang tidak ingin anaknya menjadi petani. Melihat petani sebagai pekerjaan kelas dua.”Menurut Fitri, MARS Indonesia sendiri kini berupaya untuk mengajak kembali generasi muda untuk bertani. Salah satunya melalui program Next Gen yang menyasar siswa SMK pertanian, melalui pendampingan dan pembuatan kurikulum berbasis pada muatan lokal.“Kita juga mengajak anak muda lain di luar skema SMK, berupaya menggairahkan kembali minat mereka pada pertanian.”Luwu Raya, sebutan untuk empat kabupaten di wilayah Luwu, selama ini memang menjadi sentra produksi kakao di Sulsel, dan bahkan nasional. Produksi kakao sempat mengalami penurunan produksi yang sangat drastis karena serangan hama PBK di awal tahun 2000-an.baca : Teror Hama Ini Hancurkan Masa Keemasan Petani Kakao Luwu  Berkat upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, masalah ini diminimalkan dampaknya. Petani-petani yang fokus mengelola lahannya sesuai yang dianjurkan, bisa memperbaiki kembali produksinya.“Kalau target dari kami sendiri sih produksi 2 ton kering/hektar,” tambah Fitriani.MARS juga mempunyai petani binaan yang dinamakan Cocoa Doctor. Istilah bagi petani terampil yang telah dilatih di Cocoa Academy selama beberapa bulan. Mereka kemudian kembali ke desanya untuk mengajak petani lain agar bisa mengelola kebunnya secara baik, sesuai dengan yang dianjurkan oleh penyuluh. Setiap Cocoa Doctor biasanya memiliki 100-an dan bahkan ada yang mencapai ratusan petani binaan lainnya.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'lahan', 'pertanian', 'trivia']
Mengenal Masnawati, Petani Muda Milenial dari Luwu Timur | “Agar mudah mengajak petani lain, maka mereka harus memperlihatkan bukti, makanya mereka membuat kebun percontohan yang disebut Wow Farm. Kebun kakao yang ketika orang masuk ke dalamnya akan merasa takjub dengan hasil panen yang besar dan banyak.”  [SEP]
2
['trivia']
Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut | [CLS]  Pertemuan PTPN dengan Komisi B DPRD Sulsel tak menghasilkan keputusan apa-apa. Perusahaan pelat merah ini pun berencana lanjut tanam sawit di lahan tak ber-HGU, konflik dengan warga bakal berlarut-larut…Senin, 9 April 2018, Ambo Ala,  menekan tombol pengeras suara di depannya. Saat lampu merah di pangkal microphone menyala, dia berbicara dengan nada datar.“PTPN XIV ini mempekerjakan sekitar 7.000 keluarga, dulu ya… Beberapa waktu lalu, perusahaan ini berada di ujung tanduk,” katanya. “Hampir-hampir perusahaan ini tutup. Kalau tutup, ada berapa banyak orang yang kehilangan pekerjaan?”Ambo Ala, adalah profesor yang menyandang kajian pertanian. Pada 1987,  dia pernah menjadi kepala Laboratorium Ekologi Universitas Hasanuddin, lalu Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muslim Indonesia.Pada 2007, dia jadi Sekretaris Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Pertanian. Saat ini, dia komisaris utama PT Perkebunan Nusantara XIV.Pada siang yang sejuk di lantai dua gedung DPRD Sulawesi Selatan itu, dia hampir menghipnotis isi ruangan. Orang-orang takzim mendengarkan pemaparannya, termasuk delapan anggota Komisi B.“PTPN XIV ini adalah aset besar di kawasan Timur Indonesia. Ada sekitar 130.000 hektar. Perusahaan ini tak miskin, tapi utang banyak,” katanya.PTPN XIV adalah perusahaan perkebunan milik negara alias badan usaha milik negara (BUMN). Ia tersebar di tujuh provinsi di Sulawesi, yakni, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Terbesar di Sulsel dengan unit bisnis perkebunan sawit, gula, dan kapas.Baca juga: Konflik dengan Warga, Tanpa HGU PTPN XIV di Enrekang Mulai Tanam SawitBeberapa tahun terakhir ini, unit bisnis PTPN XIV khusus di Sulsel, bukan terdengar kabar kesuksesan, melainkan timbul benturan dengan masyarakat. Konflik tak terkendali.
0
['inovasi', 'konflik', 'lahan', 'penelitian', 'pertanian', 'perusahaan', 'politik', 'sawit']
Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut | Di unit bisnis gula wilayah Takalar, misal, kampung menjadi mencekam. Puluhan orang pernah mendekam jeruji besi. Di Luwu Timur, Mantadulu,  lahan sawit berkonflik dengan tanah transmigrasi dan masyarakat lokal,  sekarang proses persidangan.Di Burau–masih Luwu Timur–dugaan pencemaran dari limbah pabrik sawit membuat masyarakat tak lagi menggunakan sungai. Begitu pun di Keera, terakhir di Enrekang.Konflik lahan di Enrekang inilah, yang membuat para staf PTPN menghadiri rapat dengar pendapat di DPRD Sulsel.Di Enrekang, dari kebun Maroangin, Kecamatan Maiwa, lahan PTPN seluas 5.230 hektar. Ia berawal pada 1973,  lahan itu jadi bisnis ternak PT Bina Mulia Ternak. Pada 1996, jadi PTPN XIV. Penggabungan ini ikut mengubah haluan bisnis, dari ternak jadi perkebunan.BUMN ini, menanam ubi kayu dan mendirikan pabrik tepung tapioka. Berharap napas panjang, tetapi tidak bertahan. PTPN pun menggandeng sebuah perusahaan untuk tetap hidup, keadaan tak berubah. Akhirnya,  pada 2004, pabrik tapioka resmi tutup.Pada 2003, hak guna usaha (HGU) perusahaan habis. Pemerintah Enrekang bersikukuh tak mengeluarkan rekomendasi kelanjutan HGU.Apa yang terjadi setelah penutupan? Bagaimana nasib lahan ribuan hektar itu? Lahan dibiarkan, tanpa ada pengelolaan. Masyarakat di sekitar,  masuk mengelola lahan. Mereka tanam jagung dan padi.Andi Ansyar Kadir, dari Bidang Pengadaan Tanah Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sulsel mengatakan, lahan 5.230 hektar di Maroangin terindikasi terlantar. Bahkan dalam berita acara Badan Pemeriksa Keuangan 2015, dinyatakan perusahaan ini tak pernah memberikan kontribusi pada pemerintah daerah.“Data kami ini Pak, di Enrekang,  memang banyak tanah-tanah terindikasi terlantar. Syukur-syukur (PTPN XIV) ini pelat merah, tidak kena perpres mengenai penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.”
0
['konflik', 'lahan', 'perusahaan', 'politik', 'sawit']
Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut | Kenapa tanah itu terlantar? Direktur Utama PTPN XIV, Doni P. Gandamihardja mengatakan, telantar karena alasan finansial. Sejak awal berdiri, perusahaan ini selalu mengalami kerugian.“Kami sampai saat ini belum dapat memberikan konstribusi laba. Jadi terus rugi, dari sisi equity, sekarang ini PTPN XIV, sedang mengalami equity negatif,” katanya.“Modal kami negatif. Kalau berdasar kepada teori, mungkin PTPN XIV harusnya sudah dikategorikan bangkrut, pak. Karena memang sejak awal berdiri, sampai saat ini, tidak bisa memberikan kontribusi laba.”  Pada 2014, dibentuk holding perkebunan bersama PTPN III, dan aktif operasional pada 2015. Geliat mulai terlihat. PTPN XIV, membentuk kembali unit bisnis, fokus pada tebu untuk pabrik gula di Takalar dan Bone serta sawit di Enrekang.Bagi PTPN XIV, sawit secara bisnis memberikan peluang ekonomi. Tahun 2016, dilakukan pembibitan sawit di kebun Maroangin.Doni mengaku, sosialisasi penanaman sudah diberikan kepada masyarakat.Kenyataan lapangan berbeda. “Saya tahu mereka buat pembibitan. Orang PTPN datang dan mengajak saya. Dia bilang bibit itu tidak ditanam di Maroangin, tapi untuk Luwu,” kata Saparuddin, warga Kecamatan Maiwa.“Apa yang terjadi, 2017, mereka menanam. Mulai memancang sawit di tengah lahan warga yang sudah berkebun,” kata Saparuddin.Doni berdalih, keliru kalau bilang PTPN menyerobot lahan warga karena lahan itu ‘milik’ PTPN—padahal, HGU sudah habis.  “Jadi kalau bilang, kami melakukan tindakan kekerasan dan menyerobot lahan warga itu keliru. Karena pada dasarnya itu lahan PTPN sendiri,” kata Doni.“Jadi, ada pagar PTPN itu digunting dan dimasuki warga. Ada banyak sawit kami yang daunnya rusak karena warga masukkan sapi. (Daun) Itu dimakan sapi,” kata Ambo Ala.
0
['konflik', 'lahan', 'perusahaan', 'sawit']
Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut | Pada 20 Maret 2018, saat mengunjungi Maroangin, Saparuddin mengajak kami memasuki lahan yang dia klaim milik orangtuanya di dalam wilayah PTPN.  Ada 40 sapi berjalan bebas di antara tanaman sawit. Tak ada yang memakan daun sawit.“Sapi nda makan daun sawit?” tanya saya.“Tidak. Saya sebenarnya berharap sapi saya makan sawit, tapi rupanya tidak,” kata Saparuddin.  Tak ber-HGU HGU PTPN XIV berakhir pada 2003. Doni mengatakan,  permintaan perpanjangan sejak 2001, sampai sekarang belum ada kejelasan. Pada 2012, PTPN XIV dan Pemerintah Enrekang melakukan kesepakatan mengeluarkan seluas 2.230 hektar, untuk kepentingan umum, seperti sekolah, pemurnian air PDAM, tanah perkemahan, dan kebun raya.“Pada dasarnya kami sepakat dengan pelepasan itu. Sudah ada SK dari Pemda Enrekang juga. Tapi kan ada proses, yang harus kami lalui agar pelepasan ini sesuai ketentuan, kami sebagai pemilik aset,” katanya.Dia bilang, walaupun HGU berakhir, tak serta merta mereka harus hengkang dari lahan itu. “Dengan asetnya. Bahkan kami tetap wajib dalam aturan untuk menjaganya. Sampai jelas, bahwa hak atas lahan itu, digantikan atau ditunjuk yang lain. Seperti itu.”Ada ketidakjelasan izin hak sudah 15 tahunan.  “Sampai berapa tahun sebenarnya proses dalam standar operasional di BPN?” kata Ansyar Kadir, anggota Komisi B DPRD Sulsel.“Kalau SK  (surat keterangan-red), pemberian hak, menurut standar operasi yang ada, itu cuman 96 hari. Kalau lengkap. Hanya ini dengan jenjang kewenangan, kantor wilayah yang ukur atau BPN pusat? Ini kan masih ada tarik menarik,” katanya.Kala ketidakjelasan izin berlarut, Pemerintah Enrekang melayangkan surat pada 2 Juni 2016 dan 13 Juli 2016, meminta PTPN XIV tak lagi beraktivitas dalam konsesi selama proses hukum tidak jelas.Surat itu hanya jadi angin lalu. PTPN tetap tanam sawit.
0
['kebijakan', 'konflik', 'lahan', 'politik', 'sawit']
Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut | Dewan Enrekang, membentuk Panitia Khusus (Pansus) dalam sengketa lahan itu. Beberapa pertemuan dilakukan bersama masyarakat pansus menemukan kalau mayoritas warga meminta PTPN hengkang.“Kalau alasan PTPN mempekerjakan masyarakat lokal, coba cek saja. Berapa persen?” kata Rahim, petani dengan lahan bertanam padi tergusur perusahaan untuk sawit.   Mengapa harus dipertahankan? Pertemuan di Komisi B DPRD Sulsel, berlangsung sekitar satu jam. Penjelasan dan pembacaan pandangan, terkesan terburu-buru. Beberapa perangkat legislatif Komisi B itu akan menghadiri pelantikan pejabat provinsi.Tak ada kesimpulan dalam pertemuan. Kata pamungkas dewan, adalah akan menindaklanjuti. “Bayangkan, ini mereka bicara tentang PTPN XIV, perusahaan pelat merah yang melibatkan banyak konflik, tapi seperti tak ada masalah,” kata Rizki Anggraini Arimbi, Divisi Pengembangan Sumber Daya dan Pengorganisasian Walhi Sulsel.Menurut Kiki, panggilan akrabnya, PTPN XIV yang mengusai ratusan ribu hektar di Sulsel tak ada yang tak berkonflik dengan masyarakat sekitar. Di Kabupaten Wajo, mereka benar-benar tertutup.Masyarakat, sejak awal mendiami lokasi, harus angkat kaki. “Di Kecamatan Keera, ada kompleks pemakaman keluarga warga masuk PTPN. Mereka dilarang masuk, kalau masuk pun, harus dikawal,” katanya.Empat tahun lalu, pada 2014, di Wajo, intimidasi warga karena konflik dengan PTPN XIV, terjadi masif. Aparat militer hampir setiap hari pemeriksaan. Menyambangi rumah warga dan menciptakan teror.Pada 2016, Enrekang bergolak karena intimidasi serupa. PTPN XIV, menguasai lahan 5.230 hektar dan Wajo 12.170 hektar. Penguasaan lahan itu, dikelola maksimal hanya ribuan hektar. “Jadi ada ribuan hektar lain terlantar. Sementara warga di sekitar lahan tak memiliki lahan.”Pemerintah, katanya, tak perlu mempertahankan perusahaan  negara yang terus menerus rugi dan berkonflik dengan masyarakat ini.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'konflik', 'lahan', 'perusahaan', 'politik', 'sawit']
Sengkarut PTPN di Enrekang, Konflik pun Bakal Berlarut | “Bukankah lebih baik, pemerintah jadikan lahan itu dalam program reforma agraria.” ***Pada Maret 2018, saya berkunjung ke perumahan karyawan di kebun Maroangin. Berjumpa dengan beberapa buruh, mereka bukan warga lokal tetapi pendatang dari dari beberapa tempat, termasuk dari provinsi lain.Sejak PTPN memulai penanaman sawit, pada 2017 lahan tanam baru sudah mencapai 650 hektar. Tahun 2018, target mencapai 700 hektar.“Kami berharap, ketika semua selesai target kami adalah menanam sawit seluas 2.500 hektar. Bukan tidak mungkin kami akan membangun pabrik juga di Maroangin,” kata Doni.Di Sulsel, sawit PTPN XIV–Luwu Utara dan Luwu Timur – 60% merupakan tanaman tua. Untuk memenuhi bahan baku pabrik, sumber dari masyarakat.Tahun 2018, PTPN XIV menargetkan tanaman lagi sawit seluas 3.500 hektar, realisasi tanam baru 1.000 hektar.Kalau PTPN lanjut tanam sawit, kelak pemandangan sepanjang jalan menuju Toraja adalah sawit… Foto utama: Hamparan sawit milik PTPN XIV di Maroangin, Kabupaten Enrekang. Meskipun HGU berakhir pada 2003, perusahaan tetap beraktivitas. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia    [SEP]
1
['foto', 'konflik', 'lahan', 'perusahaan', 'sawit']
Si Kowil, Upaya Sigap TNI Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan | [CLS] Setelah meluncurkan Bios 44, sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan (Sumsel), Korem 044 Garuda Dempo (Gapo) kini meluncurkan Si Kowil atau Sistem Informasi Komando Kewilayahan. Fungsinya, memantau setiap munculnya titik api di hutan maupun lahan gambut. Sistem ini terkoneksi dengan kepolisian, BPBD, pemerintah Sumatera Selatan, Tim Restorasi Gambut Sumsel, dan lainnya.“Dengan aplikasi ini, kami dapat langsung memerintahkan prajurit untuk mendatangi lokasi kebakaran atau titik api. Termasuk, keberadaan prajurit dan babinsa di setiap wilayah komando Korem 044 Gapo,” kata Kol. Inf. Kunto Arief Wibowo, Komandan Korem 044 Gapo, usai peluncuran sistem tersebut di markasnya, di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (20/3/2018).“Target penyelenggaraan Asian Games 2018, bebas kebakaran atau asap semoga dapat tercapai dengan pemantauan atau pencegahan sejak dini,” katanya. Bagi yang ingin mengakses Si Kowil dapat menginstal dari smartphone via aplikasi google playstore.Menurut Kunto, yang pada Kamis ini, posisinya digantikan Kol. Inf. Iman Budiman, Si Kowil adalah sistem yang digunakan Tentara Nasional Indonesia (TNI), khususnya Korem 044 Gapo, untuk memetakan berbagai potensi, sumber daya, kebakaran hutan dan lahan gambut secara langsung maupun tidak. Tujuan utamanya, demi keutuhan dan kedaulatan Indonesia.Si Kowil, lanjutnya, memuat peta tematik berbasis GIS atau model utamanya berupa geografi, demografi, kondisi sosial, peritiwa, kolaborasi proyek, berita, back office management, serta tracking.Baca: Lahan Gambut di Sumatera Selatan Disebar Bios 44, Untuk Apa?  
2
['Aparatur Sipil Negara', 'bencana alam', 'kebijakan', 'lahan', 'trivia']
Si Kowil, Upaya Sigap TNI Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan | Awalnya, Si Kowil sebagai upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan, tetapi dikembangkan sehingga dapat dipakai untuk umum. “SI Kowil tidak dapat berjalan tanpa dukungan infrastruktur modul-modul di balik layar. Seperti, struktur garis komando, kewenangan hak akses, penyusunan dan pembagian wilayah, serta organisasi dan kepangkatan.”Pangdam II Sriwijaya Mayjen TNI AM Putranto, seperti dikutip Sriwijaya Post, memberikan penghargaan tinggi terhadap inovasi teknologi yang dilakukan Komandan Korem 044 Gapo beserta jajarannya. Sebelumnya, Bios 044 sudah banyak digunakan bukan hanya di Sumatera Selatan juga beberapa daerah lain di Indonesia, kini Si Kowil bisa digunakan.Putranto berharap Si Kowil dapat ditularkan di wilayah Korem lain, Kodam II Sriwijaya, yang mencakup Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Bengkulu dan Bangka-Belitung. “Sistem ini sangat bagus, agar dapat ditularkan ke korem lain dan harus dilengkapi pengamanan kuat, sehingga dalam penggunaan tidak ada gangguan,” ujarnya.Baca juga: Sepucuk, Lahan Gambut yang Kini Dipenuhi Nanas dan Tidak Terbakar Lagi  Diperkenalkan di COP 22Kunto Arief Wibowo merupakan Komadan Satgas Karhutla Sumsel sejak 2016. Saat menjabat, dia memperkenalkan Bios 44 ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk menyampaikan dan memamerkannya pada KTT Perubahan Iklim 2016 (COP 22) di Marrakesh, Maroko.Bios 44 merupakan paduan beberapa mikroorganisme yang disatukan, fungsinya memperkecil atau menutupi rongga-rongga lahan gambut, sehingga gambut tidak mudah terbakar. Dengan kata lain, lahan gambut yang sudah diolah atau dimanfaatkan dipercepat menjadi lahan mineral.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'bencana alam', 'iklim/cuaca', 'lahan', 'perusahaan', 'politik', 'trivia']
Si Kowil, Upaya Sigap TNI Cegah Kebakaran Hutan dan Lahan | Beberapa wilayah yang menjadi percontohan penyebaran Bios 44 adalah Sepucuk dan Desa Simpang Tiga di Kabupaten OKI, Desa Sungai Rambutan, Kabupaten Ogan Ilir (OI), yang setelah tiga bulan, lahannya menjadi subur. Misalnya, tanaman nanas yang tumbuh subur di sela perkebunan sawit di Sepucuk, sehingga setahun terakhir kawasan tersebut bebas dari kebakaran.Bios 44 dibagikan gratis kepada para petani yang ingin menggunakannya. “Para petani di Sumsel dapat mengambil gratis biang Bios 44 di setiap kantor kodim yang ada,” kata Kunto.Tim Restorasi Gambut (TRG) Kalimantan Selatan yang sempat mengunjungi kawasan Sepucuk akhir 2017 lalu, tertarik untuk melakukan penyebaran Bios 44 di kawasan gambut yang sudah diolah.“Bios 44 sangat bermanfaat bagi lahan gambut yang sudah diolah, dan sangat berguna bagi lahan pertanian masyarakat di lahan gambut, sehingga menjadi subur dan tidak perlu dilakukan pembakaran lahan. Itu berarti, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran di lahan gambut,” kata Sigit Wibowo, beberapa waktu lalu, saat menjabat Kepala Dinas Kehutanan Sumsel.   [SEP]
2
['Aparatur Sipil Negara', 'bencana alam', 'masyarakat desa', 'kebijakan', 'lahan', 'pertanian', 'sawit', 'trivia']
Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala? | [CLS]      Akhirnya, Presiden Joko Widodo, menandatangani Inpres tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut pada 5 Agustus lalu.“Benar, saya sudah monitor pada 5 Agustus kemarin, Bapak Presiden telah menandatangani Inpres soal penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Selasa (6/8/19).Dia bilang, inpres ini pembaharuan dari Inpres 6/2017 dengan perubahan dari urusan penundaan jadi penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut.Baca juga: Kebijakan Setop Izin di Hutan Primer dan Lahan Gambut Bakal Permanen?Kebijakan ini mulai pada mei 2011, lewat Inpres No 10/2011 sampai Inpres 6/2017 tentang penundaan pemberian izin baru di hutan primer dan lahan gambut. Areal penundaan pemberian izin itu, katanya, tergambar secara spasial dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) dan revisi tiap enam bulan sekali. Sampai Juli 2019, inpres sudah revisi 15 kali.“Telaahan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap data series analisis luas penundaan pemberian izin baru, menunjukkan areal PIPPIB sudah mempunyai luasan relatif stabil atau agak konstan atau tetap diangka sekitar 66 juta hektar,” katanya.Menurut dia, imbas kebijakan moratorium ini memperlihatkan, terjadi pengurangan luas deforestasi signifikan dalam areal penundaan sekitar 38%.Siti mengatakan, tata kelola hutan alam primer lebih baik, terlihat dari luas PIPPIB tetap, pengurangan angka deforestasi signifikan dan ada perubahan rencana pengusahaan hutan tanpa mengganggu produktivitas.
1
['Aparatur Sipil Negara', 'kebijakan', 'lahan', 'politik']
Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala? | “Juga telah banyak terbit peraturan yang menjaga tata kelola lahan gambut. Penegakan hukum terkait lingkungan hidup dan kehutanan berjalan baik,” katanya.Selain itu, wilayah penghentian pemberian izin baru jadi potensi result-based payment REDD+ sejalan dengan penerapan kebijakan pemberian insentif pengendalian perubahan iklim sebagaimana PP 46/2017 tentang Instrument Ekonomi Lingkungan.Wilayah penghentian pemberian izin baru itu, katanya, jadi target pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia dari sektor kehutanan.Menurut dia, menetapkan dalam regulasi terhadap hutan primer vegetasi alam lebat dan lahan gambut adalah konfirmasi karena sudah tidak lagi beri izin.“Inpres yang ditandatangani itu mengatur perintah kepada jajaran eksekutif. Inpres adalah semacam excecutive order yang harus dipatuhi jajaran pemerintah di bawah presiden.”“Isinya memerintahkan kepada Menteri LHK, Menteri Dalam Negeri, Menteri ATR, Menteri Pertanian dan Menteri PUPR, Kepala BIG, gubernur dan bupati, walikota secara umum tidak lagi memberikan izin baru di area PIPPIB.”Selain itu, dalam inpres terbaru ini juga ada perintah penyempurnaan kebijakan tata kelola izin usaha, pengelolaan lahan kritis, serta penggunaan emisi karbon.Dalam inpres, katanya, ada juga pengecualian berkenaan dengan izin-izin yang sudah ada dan telah mendapatkan persetujuan prinsip, pembangunan berisfat vital, dan perpanjangan izin. Juga, restorasi ekosistem, jalur evakuasi bencana alam, penyiapan pusat pemerintahan atau pemerintahan daerah, proyek strategis nasional dan kepentingan pertahanan keamanan serta penunjang keselamatan umum. Inpres juga memerintahkan gubernur, bupati dan walikota tidak memberikan rekomendasi izin baru di areal PIPPIB.“Ini sangat baik dan positif. Makin nyata langkah Presiden Jokowi dan pemerintah dalam menyiapkan lingkungan yang baik.” 
1
['iklim/cuaca', 'kebijakan', 'lahan', 'pertanian', 'politik']
Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala? | Abetnego Tarigan, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) mengatakan, inpres sudah ditandatangani presiden tetapi belum diundangkan, hingga belum rilis ke publik. Dokumen inpres, katanya, baru bisa diakses kalau sudah ditandatangani menteri.“Untuk perpres biasa ditandatangani Menteri Hukum dan HAM setelah ditandatangani presiden, dokumen inilah disebar dan dikeluarkan. Untuk inpres biasa ditandatangani setneg atau seskab, setelah ditandatangani presiden. Gak jarang perlu waktu lima sampai tujuh hari, kadang bisa lebih cepat juga,” kata Abet.Inpres ini, katanya, memerlukan sistem pemantauan lebih terbuka dan dapat diakses publik. Kawasan yang dilarang terbit izin harus mendapat dukungan, seperti pemantauan independen dari publik atau lembaga-lembaga non pemerintah yang relevan dengan isu ini.“Peran Kemendagri sangat penting memastikan pemerintah daerah benar-benar memahami dan melaksanakan inpres. Ujung tombak di lapangan ada pada pemda.”Kalau bicara inpres yang ditandatangani presiden ini ideal atau tidak, kata Abet, pasti sulit menentukan kriteria ideal.  Yang pasti, katanya, inpres ini mencoba mengoptimalkan perlindungan hutan dan gambut.“Inpres itu pastinya instruksi ke internal pemerintah. Dalam inpres ini berkaitan dengan pelarangan penggunaan kewenangan, dalam hal ini penerbitan izin di hutan alam dan gambut.”Inpres ini, katanya, dengan melihat pola pemanfaatan lahan di Indonesia. Ekspansi perizinan perusahaan besar sudah tak prioritas. Untuk itu, kebijakan pemerintah kini lebih menyasar ke pemberian nilai tambah dan industri hilir.
1
['kebijakan', 'konflik', 'lahan', 'perusahaan', 'politik']
Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala? | “Kalau hanya di hulu saja, juga tidak memberikan manfaat signifikan. Kita juga dari kondisi lingkungan perlu jaga. Kondisi hutan sudah dilihat bahwa moratorium dengan segala kritik juga berkontribusi terhadap penurunan deforestasi,” katanya, seraya bilang, inpres merupakan pilihan cukup tepat. Dengan begitu, kata Abet, moratorium yang sudah berjalan ini ada kepastian.Soal usulan berbagai pihak agar hutan sekunder masuk dalam inpres, katanya, inpres belum sampai ke sana. “Kita juga harus melihat di luar hutan primer itu punya potensi untuk dikelola rakyat dalam bentuk perhutanan sosial. Jadi, jangan juga kita mengunci potensi dan peluang rakyat memanfaatkan di tengah pemerintah masih melanjutkan perhutanan sosial.”  Membingungkan, permanen tetapi tetap revisi periodik?Teguh Surya, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan mengatakan, dari draf Inpres tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, hanya mengubah judul dari ‘penundaan’ jadi ‘penghentian pemberian izin baru.’“Terkait substansi tak mengalami perubahan signifikan,” katanya di Jakarta, Kamis (8/8/19).Dia nilai, tak ada penguatan substansi dan dasar hukum setelah delapan tahun kebijakan moratorium berjalan. Padahal, fakta di lapangan perlu perlindungan hutan alam menyeluruh, kaji perizinan, penegakan hukum karena pengawasan lemah dan penyelasaian konflik.Sebaliknya, kebijakan ini tetap mengakomodasi praktik pembabatan hutan oleh korporasi tanpa melalui proses evaluasi atau peninjauan izin terlebih dahulu yang terlihat dalam poin pengecualian.Dalam draf inpres yang diperoleh Mongabay, menyebutkan, ada berbagai pengecualian, pertama, bagi permohonan yang telah mendapatkan izin prinsip atau penggunaan kawasan hutan buat eksplorasi sebelum Inpres No 10/2011.
1
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'kebijakan', 'konflik', 'lahan', 'politik']
Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala? | Kedua, pelaksanaan, pembangunan vital nasional, yaitu, panas bumi, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan dan lahan kedaulatan pangan. Di sana, disebutkan, padi, jagung, tebu, sagu, singkong, dan kedelai.Ketiga, perpanjangan izin pemanfaatan hutan, atau penggunaan kawasan hutan. Keempat, restorasi ekosistem. Kelima, kegiatan terkait pertahanan dan keamanan negara. Keenam, jalur evaluasi dan penampungan sementara korban bencana alam.Ketujuh, penyiapan pusat pemerintahan, ibukota pemerintahan, kantor pusat pemerintahan nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Kedelapan, infrastruktur yang merupakan proyek strategis nasional dan kesembilan, prasarana penunjang keselamatan umum.Bahkan, kata Teguh, hutan yang ‘terlindungi’ inpres sekitar 66 juta itu belum sepenuhnya aman. Dalam poin draf kebijakan tetap menyebutkan, melakukan revisi terhadap PIPPIB pada kawasan hutan setiap enam bulan sekali setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga non kementerian terkait.Dengan begitu, kebijakan ini, katanya, juga masih berpotensi mengkonversi gambut meskipun sudah ditetapkan sebagai fungsi lindung lewat aturan soal penentuan dan penetapan dan pengelolaan puncak kubah gambut berbasis kesatuan hidrologi gambut (KHG).“Besar kemungkinan komitmen perlindungan hutan akan terus berkurang dari 66 juta hektar mengingat PIPPIB akan tetap revisi setiap enam bulan. Masih berlaku berbagai pengecualian untuk mengakomodasi permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip dan perpanjangan izin. Pengaturan ini membingungkan. Harusnya dihapus. Ini menghilangkan niat baik memberikan perlindungan hutan alam tersisa secara permanen,” katanya.Dia bilang, perlu kejelasan soal posisi atau letak 66 juta hektar hutan yang dilindungi inpres yang kabarnya sudah terbit 5 Agustus ini. “Bagaimana status hutan adat dan atau wilayah kelola masyarakat yang terdapat dalam PIPIB? Apakah telah teridentifikasi?”
1
['kebijakan', 'lahan', 'politik']
Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala? | Teguh bilang, luasan PIPPIB berkurang selama periode 2011-2019 sekitar 3 juta hektar. Hingga kini, katanya, tak ada penjelasan di mana wilayah pengurangan dan untuk kepentingan apa atau siapa. Begitu juga mekanisme tidak jelas dan tidak mumpuni bagi publik berpartisipasi alias proses tertutup.Dia juga mempertanyakan nasib hutan di luar 66 juta hektar yang masuk inpres. “Apakah berarti hutan di luar itu siap dikonversi? Mengingat merujuk pada data status hutan dan kehutanan indonesia 2018, tercatat luas hutan alam Indonesia adalah 89,4 juta hektar, di mana 6,9 juta hektar masih berada di alokasi penggunaan lain.”Kala masa jeda izin selama delapan tahun ini, katanya, tetap terbit izin pelepasan kawasan hutan di wilayah PIPPIB dan gambut di Boven Digoel, Papua seluas 2.618 hektar. Terhadap kasus-kasus ini, katanya, tak ada evaluasi. Belum lagi, izin pelepasan untuk kebun sawit di Buol, pada November 2018, dua bulan setelah Inpres Moratorium Izin Sawit.“Situasi ini jadi preseden buruk dalam menegakkan kebijakan perlindungan hutan, leadership Jokowi belum menjawab tantangan dan dinamika ini,” katanya.Satu lagi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tetap tak menerima instruksi alias bebas tugas dari melindungi hutan. Padahal, katanya, tambang dan energi—terutama biofuel yang bersumber sawit—sektor rakus lahan.Belum lagi, kalau berbicara rencana pembangunan jangka menengah nasional ( RPJMN). Dalam RPJMN, katanya, bilang mau mempertahankan tutupan hutan Indonesia seluas 94 juta hektar sampai 2025.Dalam rencana kehutanan tingkat nasional (RKTN) 2011-2030, telah mengagendakan ekspansi hutan tanaman industri 5 juta hektar. “Pertanyaannya, apakah inpres ini, RPJMN dan RKTN telah sinkron? Kalau tidak, situasi ini makin membingungkan dan berpotensi menjadi lubang deforestasi dan mengancam keberhasilan pencapain komitmen iklim,” kata Teguh.
0
['energi', 'iklim/cuaca', 'kebijakan', 'konflik', 'lahan', 'perusahaan', 'politik', 'sawit', 'tambang']
Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala? | Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch mengatakan, inpres ini seharusnya jadi momentum kaji ulang dan mengevaluasi semua kondisi hutan dan gambut.“Soal sawit, kita berharap terjadi evaluasi benar-benar soal perizinan. Harus dilihat semua. Kemudian, kita juga memastikan wilayah kelola masyarakat secara aman dan tidak ada lagi pembukaan sawit di gambut yang bermasalah,” katanya.Kebijakan dalam inpres, kata Inda, seharusnya terintegrasi dengan kebijakan lain sperti Inpres Moratorium Izin Sawit, Perpes 88/ 2017 tentang penyelesaian tata batas kehutanan, dan Perpres 86/2018 soal reforma agraria.“Jangan sampai kebijakan yang permanenkan moratorium ini malah menutup ruang untuk evaluasi terhadap izin-izin di atasnya. Tak bisa seperti itu, jangan sampai larinya seperti pemutihan. Kita berharap permanen ini tidak membuat pemutihan atas kosnesi-konsesi yang bemasalah.”Arie Rompas, dari Greenpeace Indonesia mengatakan, kebijakan ini bukan soal permanen atau tidak tetapi bagaimana memastikan apa yang akan dilindungi melalui inpres ini.Dengan kebijakan permanen, katanya, belum tentu menjawab persoalan kalau tetap sama kalau wilayah cakupan perlindungan itu tidak masuk dalam kebijakan ini. “Inpres ini juga harusnya memasukkan penegakan hukum. Kalau kebijakan ini tak ada penegakan hukum, tak akan maksimal,” katanya.Dia bilang, seharusnya perhutanan sosial dan hutan adat bisa masuk pengecualian dalam inpres. Sebab, kedua hal ini bukan ancaman. Sementara poin pengecualian lain, hilangkan. Dengan pengecualian-pengecualian ini, katanya, masih memberikan peluang pembukaan hutan primer dan lahan gambut.“Di inpres ada pengecualian soal ibukota baru. Seharusnya, misi ibukota berkelanjutan kan seharusnya tidak merusak hutan. Itu juga jadi perdebatan tersendiri. Kalau pemindahan ibukota membuka lahan gambut dan hutan alam, itu problem baru juga.” 
1
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'kebijakan', 'konflik', 'lahan', 'politik', 'sawit']
Presiden Teken Inpres Setop Izin di Hutan Primer dan Gambut, Masih Ada Revisi Berkala? | Keterangan foto utama: Hutan di Aceh, yang sebagian berubah jadi kebun sawit. Mampukah, kebijakan setop izin di hutan primer dan lahan gambut, menghentikan praktik-praktik seperti ini? Foto: Junaedi Hanafiah/ Mongabay Indonesia    [SEP]
1
['foto', 'kebijakan', 'lahan', 'politik', 'sawit']
Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3) | [CLS]  Keberhasilan pembangunan yang signifikan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, yang dibuktikan berbagai penghargaan yang diterima selama kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar Anas, seakan ternodai oleh permasalahan sampah di Kecamatan Muncar yang belum tuntas terselesaikan.Berbagai upaya pengelolaan sampah telah dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi, seperti pengerukan dan pengangkutan sampah, pengelolaan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan program Bank Sampah.Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemkab Banyuwangi, Husnul Chotimah, ketika ditemui Mongabay di ruang kerjanya, Jumat (28/6/2019) mengatakan, bahwa penanganan sampah di Banyuwangi dari hulu ke hilir memang belum maksimal.Sehingga, atas rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemkab Banyuwangi berinisiatif menggandeng organisasi non pemerintah Systemiq untuk menyelesaikan permasalahan sampah yang sudah bertahun-tahun di Kecamatan Muncar.baca : Liputan Banyuwangi : Sampah Muncar yang Tak Kunjung Terselesaikan (1)  Bersama SystemiqSystemiq yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria, kemudian membuat program penanganan sampah bernama STOP (Stopping the Tap on Ocean Plastics) pada April 2018.“Pada setahun pertamanya ini, Systemiq baru memfokuskan kerja pada satu dari 10 desa yang ada di Kecamatan Muncar, yaitu Desa Tembokrejo. Desa ini dipilih karena telah ada TPST (tempat pembuangan sampah terpadu), sehingga dipandang paling potensial sebagai proyek percontohan penyelesaian masalah sampah di Muncar,” kata Nur Anik, Community Development Systemiq kepada Mongabay, Kamis (27/6/2019).Selain sudah mempunyai TPST, Desa Tembokrejo juga mempunyai jumlah penduduk yang paling banyak di Muncar, yaitu sekitar 29.174 jiwa, atau 25 % dari keseluruhan penduduk Muncar yang berjumlah 133.187 jiwa.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'Lembaga Swadaya Masyarakat', 'masyarakat desa', 'inovasi', 'lahan', 'perusahaan', 'politik', 'sampah']
Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3) | Dan TPST Tembokrejo, merupakan satu-satunya TPST yang ada di kecamatan Muncar. TPST yang merupakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini dibangun pada tahun 2016 untuk mengatasi masalah sampah.baca juga : Liputan Banyuwangi : Sulitnya Ubah Budaya Nyampah Masyarakat Muncar (2)  Pada awal tahun 2017, TPST yang dikelola oleh BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) Tembokrejo memiliki pegawai 4 – 7 orang saja karena hanya mengolah setoran sampah dari 100 rumah saja dari total 9.000 rumah yang ada di desa Tembokrejo. Kondisi itu membuat pengelolaan TPST ini sempat stagnan atau berjalan di tempat.“Systemiq kemudian masuk membenahi pengelolaan sampah TPST dengan memperkuat dan memaksimalkan keberadaan BUMDes Tembokrejo menjadi lebih baik,” lanjut Nur Anik.Saat ini TPST Tembokrejo sudah berkembang dengan pesat. Bisa dikatakan 100% warga di desa Tembokrejo atau sekitar 9.000 rumah, menyerahkan sampahnya ke TPST Tembokrejo, dengan membayar iuran kolektif sampah Rp10.000/bulan/rumah tangga.menarik dibaca : Penanganan Sampah Perlu Paradigma Baru   Penyadaran WargaProses peningkatan pengelolaan sampah di TPST ternyata tidak mudah. Butuh kesabaran yang luar biasa karena harus memberi penyadaran tentang bahaya sampah kepada warga Tembokrejo.“Sudah menjadi rahasia umum tentang karakter masyarakat Muncar yang penuh tantangan. Dan tidak adanya sistem pengambilan sampah di daerah pinggiran atau pedesaan, menjadi kendala terbesar dari penyelesaian masalah sampah Muncar,” jelas Nur Anik.Systemiq bersama BUMDes kemudian mengadakan sosialisasi dari rumah ke rumah, selain juga menyediakan tempat pembuangan sampah di tempat umum, dimana sampahnya diambil secara berkala oleh petugas TPST.
0
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'masyarakat desa', 'inovasi', 'pendanaan', 'perusahaan', 'politik', 'sampah']
Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3) | Para pekerja TPST pun meningkat pesat dalam setahun, dari 5-7 orang di tahun 2017 menjadi 71 orang saat ini. Jumlah sampah yang dikelola pun berkembang, dari hanya ratusan kilo perhari, menjadi 15 ton per harinya.perlu dibaca : Jawa Timur Pastikan Tangani Masalah Sampah Impor   Pengelolaan SampahDalam membantu BUMDes Tembokrejo, Systemiq fokus ada dua hal yaitu pemrosesan sampah di TPST dan penyiapan sarana serta prasarana agar fungsi TPST tetap berkelanjutan bila Systemiq sudah tidak ada lagi di Muncar. Termasuk penyiapan kepada warga dan pemerintahan desa Tembokrejo.Pemrosesan sampah di TPST, dengan memilah sampah organik dan non organik. Sayangnya sampah non organik yang masuk tidak bernilai ekonomis karena kebanyakan berupa bungkus kopi, sabun, bumbu masak, makanan instant dan kantong plastik. Jarang terlihat sampah botol plastik yang mempunyai nilai jual tinggi.Karena itu, pemilihan perusahaan-perusahaan yang akan diserahkan untuk mendaur ulang, menjadi sedikit rumit dan selektif. Hanya perusahaan tertentu saja yang mau mendaur ulang sampah-sampah itu.Untuk sampah organik, sebagian diolah menjadi kompos dan dijual ke masyarakat sebagai penyubur tanah. Sebagian lainnya diolah untuk dipergunakan sebagai bahan makanan bagi maggot atau larva lalat tentara hitam (Hermetia illucens).perlu dibaca : Lalat Tentara Hitam sebagai Satu Solusi Penanganan Sampah, Seperti Apa?   “Budi daya Lalat tentara hitam atau black soldier fly (BSF) ini menjadi solusi kreatif dan efektif untuk masalah sampah organik, serta menguntungkan bagi pembudi daya. Ini karena prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan kompos,” kata Putra Perdana Kusuma, Facilities Project Officer Systemic, yang ditemui Mongabay, Kamis (27/6/2019).
0
['budidaya', 'masyarakat desa', 'inovasi', 'perdagangan', 'perusahaan', 'sampah', 'trivia']
Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3) | Jika kompos membutuhkan waktu 3 bulan sampai siap dipergunakan, sementara lalat tentara hitam ini hanya membutuhkan 10-12 hari saja sampai siap panen. Dan maggot lalat tentara hitam dapat mengurai dan mengurangi sampah sampai lebih dari 80 persen, dan tinggal 20 persen residunya.Pembudi daya lalat hitam pun juga untung, karena maggotnya bakal dipanen untuk kemudian dijual ke masyarakat sebagai pakan ternak atau ikan, dengan harga yang lebih tinggi dibanding olahan organik lainnya atau non organik sekalipun, yaitu Rp.6.000-7.000 per kilogramnya. Dan proteinnya pun terbukti lebih tinggi dari pakan ternak atau ikan yang lainnya.   Kendala Benarkah TPST Tembokrejo ini merupakan salah satu solusi jitu dalam mengatasi masalah sampah di Muncar ?Dari fakta dan wawancara selama liputan lapangan oleh Mongabay Indonesia, ada beberapa kendala yang menghambat penyelesaian masalah sampah yang telah bertahun-tahun di Muncar.Masalah utama yaitu kesadaran warga terhadap kebersihan lingkungannya yang sangat kurang. Jangankan untuk memilah sampah organik dan non organik dari rumah masing-masing, membayar iuran kebersihan yang relatif murah bila dibandingkan dengan di perkotaan, yaitu hanya Rp10.000/bulan saja, sangat sulit dilakukan. Warga Desa Tembokrejo yang seluruhnya telah menyerahkan sampahnya ke TPST, tidak semuanya membayar iuran sampah.Permasalahan kedua adalah mengenai peraturan sebagai dasar hukum pengelolaan sampah. “Dasar hukum tentang desa Tembokrejo dan BUMDesnya serta wilayah tugasnya yang menaungi TPST memang ada, tetapi Peraturan Desa di desa-desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Muncar lainnya, yang mengatur tentang pengelolaan sampah secara langsung, masih belum ada,” kata Husnul Khotimah, Kepala DLH Pemkab Banyuwangi.Padahal kehadiran landasan hukum sangat diperlukan untuk memberikan wewenang bagi aparat desa untuk lebih tegas dalam menyelesaikan masalah sampah Muncar.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'budidaya', 'masyarakat desa', 'inovasi', 'lahan', 'pendanaan', 'perusahaan', 'sampah']
Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3) | Sedangkan Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto kepada Mongabay-Indonesia mengatakan pihaknya telah menerbitkan Perdes No.2/2019 tentang pengelolaan Sampah. Isinya antara lain mengenai retribusi bulanan sampah dan sanksi bila melanggarnya. Retribusi berkisar Rp10 ribu/rumah tangga, Rp150 ribu per warung dan toko, Rp300 ribu untuk lembaga pendidikan dan Rp1 juta untuk pabrik.“Pengelolaan sampah desa beserta sanksinya diatur dalam PerDes No.2 tahun 2019,” kata Sumarto.  Keberadaan TPST bisa menjadi solusi ampuh mengatasi masalah sampah, apabila cakupannya bisa menyeluruh wilayah Kecamatan Muncar. Sayangnya TPST itu hanya ada di desa Tembokrejo saja. Masyarakat di desa selain Tembokrejo, masih lebih memilih membuang sampahnya ke sungai atau laut ketimbang menyerahkannya ke TPST. Apalagi ditambah dengan embel-embel membayar iuran.Kehadiran Systemiq dalam setahun ini mungkin sangat membantu pemerintah dan warga dalam menyelesaikan masalah sampah. Hanya saja, apakah di sisa waktu yang ada untuk pendampingan masalah sampah ini, yaitu tahun 2021, masalah sampah Muncar bisa terselesaikan dengan baik?Atau setidaknya telah melakukan persiapan di semua aparat desa dan warganya, mengingat bahwa telah setahun masa pendampingan, Systemiq baru menyelesaikan masalah sampah di satu desa saja yaitu Tembokrejo. Padahal masih ada 9 desa lainnya dengan karakter warganya yang sama, tidak mempunyai TPST di desanya, dan memiliki masalah sampah dan limbah pabrik yang kurang lebih sama setiap desanya.TPA kabupaten Banyuwangi yang menjadi tempat pembuangan akhir segala residu atau sisa sampah yang tidak bisa diolah di TPST Tembokrejo, juga belumlah siap sepenuhnya.  Seperti kata Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, “Penyelesaian masalah sampah harus melibatkan berbagai pihak dan pemberdayaan warganya secara aktif.”
0
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'inovasi', 'pendanaan', 'perusahaan', 'politik', 'sampah']
Liputan Banyuwangi : TPST Tembok Rejo, Inikah Solusi Sampah Muncar? (3) | Tetapi tanpa keinginan bersama yang kuat, baik dari warga maupun aparat pemerintahan dari tingkat kabupaten sampai ke desa untuk mewujudkan lingkungannya bersih, maka semuanya akan menjadi sia-sia. Segenap sumberdaya tampaknya memang harus dikerahkan untuk menghilangkan sampah dan limbah pabrik dari Muncar.  [SEP]
0
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'inovasi', 'perusahaan', 'sampah']
Erupsi Bromo, antara Mitigasi Bencana dan Wisata Alam | [CLS]     Sejak akhir Maret lalu, hujan abu vulkanik mengguyur Bukit Cinta di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Lokasi ini jadi salah satu spot menarik berswafoto dengan latar Gunung Bromo. Guyuran abu vulkanis Gunung Bromo, tak menyurutkan kunjungan wisata.Banyak wisatawan berswafoto dengan latar Gunung Bromo yang tengah erupsi. Sadarman, wisatawan asal Jakarta, tak mengira kunjungan ke Gunung Bromo bertepatan dengan erupsi.Dia bersyukur, bisa menikmati fenomena alam langka ini. “Ini sangat bagus, bersyukur bisa melihat mengepul dari kawah,” katanya.Kunjungan ke Bromo, katanya, sudah kali ketiga. Baru kali ini, bisa menyaksikan erupsi. Fenomena alam itu dia abadikan dengan kamera. Untuk menepis abu vulkanis, dia kenakan syal penutup mulut dan hidung.Baca juga: Bunga Abadi Tengger Semeru dari Desa Wisata Edelweis Sejauh ini, kata Sadarman, relatif aman. Tak ada yang perlu dikhawatirkan apalagi otorita pengelola lawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) masih membuka wisata ke Gunung Bromo. Dia bersama rombongan wisata kantor tempatnya bekerja tetap menikmati Bromo di ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut (m.dpl).East Java Ecotourism Forum (EJEF) mengatakan, kalau wisatawan mancanegara justru tertarik dengan fenomena alam yang tergolong langka itu. Mereka akan menikmati dan mengabadikan erupsi Bromo.Agus Wiyono, Ketua EJEF mengatakan, erupsi merupakan atraksi wisata menarik bagi wisatawan mancanegara. Fenomena ini langka, sulit ditemui di negara asalnya. Terpenting, katanya, mereka tetap menjaga keamanan dan keselamatan. “Tetap mematuhi ketentuan dan tak melanggar batas aman. Asal tak mendekat ke kawah,” katanya.  Erupsi jadi atraksi wisata
2
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'bencana alam', 'masyarakat desa', 'hewan terancam punah', 'trivia']
Erupsi Bromo, antara Mitigasi Bencana dan Wisata Alam | Kunjungan wisatawan mancanegara dari Eropa ke Gunung Bromo cukup tinggi. Tiap tahun terus meningkat. Data Balai Besar TNBTS menyebutkan, wisatawan mancanegara pada 2017 sebanyak 23.568, 2018 orang. Pada 2018, naik jadi 25.076 wisatawan mancanegara.Wisatawan nusantara pada 2016 sebanyak 451.976 orang, 2017 naik jadi 623.994 dan 2018 naik jadi 800.130 orang.Kunjungan wisata melalui tour operator dari jaringan EJEF juga terus meningkat. Pada 2017, 1.400, naik 1.900 orang pada 2018. Tahun ini, diperkirakan terus melonjak. Kunjungan wisatawan mancanegara, kata Agus, terjadwal. Mereka membeli paket wisata setahun sebelumnya.Gagoek S Prawito, Ketua Association of The Indonesian Tours and Travels Agencies (Asita) Malang mengatakan, wisatawan yang berkunjung ke Bromo, terencana. Mereka datang untuk mengamati fenomena alam vulkanik Bromo. Meskipun begitu, katanya, keamanan wisatawan, harus terjaga.“Dilematis, di sejumlah negara perkiraan ada erupsi saja sudah ditutup untuk wisata. Di Indonesia, pemangku kebijakan mempertimbangkan ekonomi dan lingkungan,” katanya.Jadi, katanya, tergantung kesepakatan antara otorita pengelola kawasan Bromo, Pemerintah Pasuruan, Probolinggo, Lumajang dan Malang.“Abu tak sampai satu kilometer, wisatawan dianjurkan mengenakan masker,” katanya.  Wisatawan tak datang khusus mengamati erupsi. Bromo jadi satu tujuan utama wisatawan mancanegara ke Jawa Timur, selain Kawah Ijen di Bondowoso.Wisatawan mancanegara, biasa mengawali perjalanan wisata ke Yogyakarta, naik kereta ke Malang. Selama di Malang, mereka city tour keliling Kota Malang untuk melihat arsitektur masa kolonial. Malam terus ke penanjakan melihat matahari terbit lanjut ke Bromo.Usai dari Bromo, mereka lanjut ke kawah Ijen untuk melihat fenomena blue fire (api biru) di Kawah Ijen dan aktivitas penambangan belerang. Selanjutnya, wisatawan biasa lanjut ke Pulau Bali.
2
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'bencana alam', 'tambang', 'trivia']
Erupsi Bromo, antara Mitigasi Bencana dan Wisata Alam | Sempat beredar di media sosial video, wisatawan mancanegara memaksa masuk mendekati kawah. Bahkan, wisatawan itu melawan petugas saat dilarang mendekati kawah.Jhon Kenedie, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) mengatakan, kedua wisatawan itu mencoba memasuki zona larangan kunjungan satu kilometer dari kawah aktif Bromo.Pasangan ini, katanya, laki-laki berpaspor Jerman dan perempuan Rusia. Petugas telah memperingatkan mereka.“Dibantu petugas lain, mereka berhasil dicegah mendekat ke Kawah Bromo. Dia menyadari jika perbuatannya berbahaya,” kata Jhon. Selanjutnya, mereka diminta keluar kawasan berbahaya.  Untuk mengoptimalkan pengamanan, wisatawan dilarang memasuki zona berbahaya radius satu kilometer dari bibir kawah Bromo. Pengamanan dibantu personil TNI, polisi, pelaku jasa wisata, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan pemerintah desa.Selain itu, juga dipasang papan informasi berupa spanduk dan baliho yang menjelaskan kondisi erupsi Bromo hingga pengunjung memahami dan tak mendekati daerah bahaya.Wisatawan masih bisa menikmati alam sekitar Bromo seperti lautan pasir, penanjakan Bromo untuk melihat matahari terbit, Bukit Kedaluh, Bukit Cinta atau padang Sabana Kaki Jenggot atau Telletubies.Berdasar data Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Pos Pengamatan Gunung Api Bromo di Ngadisari Kecamatan Sukapura Gunung Api Bromo berstatus waspada pada level II. Ia Mmerekomendasikan agar wisatawan atau masyarakat tak memasuki radius satu kilometer dari kawah aktif Bromo.  Berkah petaniMasyarakat sekitar Bromo, tetap beraktivitas menawarkan jasa kuda di lautan pasir. Mengenakan sarung khas Suku Tengger, yang melilit di leher mereka antara lalu lalang kendaraan jip pengangkut wisatawan. Warga menjajakan oleh-oleh khas Bromo berupa syal, sarung tangan dan gantungan kunci bergambar Bromo.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'Lembaga Swadaya Masyarakat', 'bencana alam', 'masyarakat desa', 'trivia']
Erupsi Bromo, antara Mitigasi Bencana dan Wisata Alam | Warga yang bekerja sebagai petani dan peternak tetap ke kebun. Sejumlah warga mengendarai motor membonceng rumput gajah untuk pakan ternak melintasi lautan pasir.Warga Wonokitri, Tosari, Kabupaten Pasuruan Wartono, mengatakan, kalau abu vulkanis Bromo merupakan rezeki bagi mereka.Suku Tengger, mempercayai abu dari Bromo membawa rezeki, menambah kesuburan tanah. “Bagi msyarakat Tengger, hujan abu sudah biasa.”  Sedangkan tanaman rusak karena guyuran abu vulkanis hanya semusim. Setelah itu, tanah makin subur dan akan lebih bagus. Masyarakat Suku Tengger meyakini, vulkanis Bromo, bagian kepercayaan kalau Dewa sedang membangun rumah.Aktivitas Bromo menyebabkan kerusakan perkebunan dan sayur warga mayur. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim mencatat, abu vulkanis merusak 3.200 hektar lebih tanaman warga di Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo. Terdiri dari lahan sawah dan perkebunan seperti kebun kentang, wortel dan kubis.Hadi Sulistyo, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, mengatakan, terparah di Pasuruan, kebun rusak sekitar 2.000-an hektar. “Sebagian bisa diselamatkan dengan menyemprot dengan air,” katanya.Suslam Pratama, pengajar Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang, mengatakan, abu vulkanis mengandung banyak mineral tanaman hingga tanah subur dan baik untuk tanaman. “Juga membunuh hama penyakit tanaman.”  Keterangan foto utama:    Wisatawan mancanegara melihat semburan abu vulkanis dari kawah aktif Gunung Bromo di Bukit Kingkong, Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia [SEP]
0
['Aparatur Sipil Negara', 'bencana alam', 'masyarakat desa', 'foto', 'konflik', 'lahan', 'penelitian', 'penyakit', 'pertanian', 'trivia']
Sisi Menawan Rawa Singkil yang Luput Perhatian | [CLS]   Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang berada di Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, merupakan hutan rawa gambut bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser.Rawa Singkil merupakan rumah bagi sejumlah satwa langka dan dilindungi seperti orangutan sumatera, burung rangkong dan satwa lainnya. Hutan gambut ini juga termasuk satu tempat terpadat populasi oangutan sumatera di Provinsi Aceh, selain hutan gambut Suaq Belimbing di Kecamatan Kluet Selatan dan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan.Baca: Selamat Tinggal Sawit Ilegal di Suaka Margasatwa Rawa Singkil  Potensi alamnya sangat menjanjikan, yang jarang terungkap, akibat tingginya kegiatan permbahan untuk perkebunan sawit. Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, tercatat ada 157 jenis burung, 20 jenis mamalia, 17 jenis biota air, dan 15 jenis herpetofauna.Teridentifikasi juga 134 jenis tumbuhan bawah, 130 jenis tumbuhan berkayu, dan 40 jenis tumbuhan air. Ekosistem hutan rawa gambut, air tawar, hutan mangrove, dan rivarian menjadi penopang utama seluruh kehidupan di wilayah ini.Baca: Suaka Margasatwa Rawa Singkil, Gambut yang Terus Dirambah  Perjalanan saya menyusuri Sungai Alas-Singkil dari Kecamatan Gelombang, Kota Subulussalam menuju Suaka Margasatwa Rawa Singkil, akhir Januari 2019 sungguh menyenangkan. Meski menghabiskan waktu enam jam di atas perahu mesin, semua lelah terbayar tunai.Pemandangan indah hutan seluas 82 ribu hektar, alasannya. Air warna hitam khas gambut yang mendominasi begitu memanjakan mata. Tingkah satwa yang terlihat di sepanjang sungai, membuat denyut kehidupan Rawa Singkil begitu terasa.  Alami
2
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'konflik', 'mangrove', 'hewan terancam punah', 'sawit']
Sisi Menawan Rawa Singkil yang Luput Perhatian | Hutan ini juga memiliki andil yang sangat besar untuk kehidupan ribuan masyarakat, sebagai nelayan dan petani madu. “Selain bisa mengatur atau menyerap air, ekosistem gambut juga berfungsi sebagai pencegah banjir dan kekeringan, serta menjaga produktivitas perikanan di wilayah sungai dan pesisir pantai,” terang Sapto Aji Prabowo, Kepala BKSDA Aceh.Sapto mengatakan, Rawa Singkil bisa disebut daerah buangan air, karena terletak di DAS Alas-Singki. Potensi gambut yang ada berfungsi sebagai penyerap air saat banjir dan mengeluarkannya perlahan saat kemarau tiba.Baca juga: Perambahan di SM Rawa Singkil untuk Dijadikan Kebun Sawit Masih Terjadi  BKSDA Aceh bersama sejumlah lembaga mitra atau LSM berupaya menjaga Rawa Singkil dari segala kerusakan. Bukan hanya untuk menyelamatkan hutan, tapi juga masyarakat.“Upaya terus dilakukan, termasuk memberikan pemahaman kepada masyarakat pentingnya hutan gambut untuk kehidupan. Kami juga memberi peluang kepada masyarakat, pada zona pemanfaatan, untuk mengambil hasil hutan bukan kayu, seperti rotan, madu, dan ikan. Termasuk, memberikan kesempatan membuka wisata terbatas,” terangnya.  Tahun ini, sambung Sapto, BKSDA Aceh akan menyelesaikan tapal batas yang selama ini dituntut masyarakat. Namun, kami mengalami kendala karena ada penolakan dari sejumlah masyarakat di Kabupaten Aceh Selatan.“Kalau pemberdayaan masyarakat agar tidak lagi hidup dari hasil merusak Suaka Margasatwa Rawa Singkil, BKSDA Aceh dan lembaga mitra tetap melakukannya,” tuturnya.  Munzir, masyarakat Banda Aceh yang pernah berkunjung ke Rawa Singkil mengatakan, hutan ini memiliki potensi menjanjikan untuk dikembangkan menjadi lokasi wisata terbatas.   “Hutannya masih alami, kaya flora dan fauna. Termasuk, pemandangan alam yang masih sangat indah. Sayang bila rusak,” urainya.   [SEP]
2
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'bencana alam', 'budidaya', 'konflik', 'lahan', 'nelayan', 'hewan terancam punah', 'sawit']
Thanos, Krisis Ekologis dan Masa Depan Bumi | [CLS] Salah satu film yang sukses besar dalam tahun 2018 adalah Avengers: Infinity War yang diproduksi Marvel Studios. Film science fiction superhero ini sukses meraup pendapatan lebih dari USD 2 miliar (lebih Rp27 triliun) di seluruh dunia.Selain efek visual grafiknya yang canggih, ada satu yang menarik perhatian saya yaitu Thanos, tokoh antagonis adidaya asal Planet Titan.Singkatnya, Thanos digambarkan mengalami sendiri kehancuran total Titan. Planet itu hancur karena over populasi yang berbanding terbalik dengan sumberdaya yang terbatas, yang menghasilkan krisis ekologi akut. Thanos lalu menyimpulkan hanya ada satu solusi untuk mengatasi permasalahan di alam semesta, yaitu genosida populasi untuk planet yang mengalami kelebihan jumlah penduduk.Baca juga: Menurut Ilmuwan Inilah Wajah Bumi 250 Juta Tahun MendatangDalam film pun lalu diceritakan, lewat kesaktian infinity stones, Thanos hanya perlu menjentikkan jarinya. Lalu boom, setengah populasi pun lenyap di planet bumi. Ramalan tentang Krisis EkologiPemikiran krisis ekologi yang disampaikan dalam Infinity War, sebenarnya pernah diungkap oleh salah satu ilmuwan terkenal abad ini, Stephen Hawking. Dalam sebuah wawancaranya dengan The Guardian di akhir 2016 sebelum kematiannya, Hawking menyebut:“Perhaps in a few hundred years, we will have established human colonies amid the stars ..” (“Mungkin dalam beberapa ratus tahun, kita akan membangun koloni manusia di tengah bintang-bintang..”)”Percepatan kiamat bumi ini, menurutnya, didorong oleh lima hal, yakni: pertama perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global; kedua defisit produksi pangan yang menyebabkan kelaparan di sejumlah kawasan yang menjadi sebab beragam konflik agraria dan perebutan sumberdaya.
1
['iklim/cuaca', 'inovasi', 'konflik', 'krisis', 'lahan', 'pendanaan', 'penelitian']
Thanos, Krisis Ekologis dan Masa Depan Bumi | Ketiga kelebihan populasi manusia yang meningkatkan tingkat kemiskinan, pengangguran dan kriminalitas; keempat penyakit epidemik yang dapat memusnahkan populasi manusia secara cepat; dan kelima perang nuklir yang dapat menyebabkan kepunahan umat manusia dalam sekejap.  Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa, persoalan lingkungan hidup bumi saat ini terdiri dari serangkaian persoalan. Beragam isu “tentang krisis daya dukung alam” mencakup persoalan seperti: perubahan iklim, pengasaman air laut, penipisan lapisan ozon di stratosfer, batas aliran biogeokimia (siklus nitrogen dan fosfor), penggunaan air bersih global, perubahan pemanfaat lahan, hilangnya keragaman hayati, pelepasan aerosol ke atmosfer dan polusi kimia.Dari semua itu perubahan iklim menjadi ancaman terbesar dan paling mendesak, yang  menduduki persoalan sentral. Peningkatan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia (karbondioksida, metana, nitrogen oksida, dll) telah mendestabilisasi iklim dunia dan berkelindan dengan ancaman lainnya.Dapat dipastikan jika perilaku self destruction manusia ini tidaklah berubah, dampak kenaikan suhu global bisa mengerikan bagi sebagian besar spesies dimuka bumi ini, termasuk manusia itu sendiri. Mencari Akar PermasalahanAkar permasalahan krisis ekologi dan keberlanjutannya, seperti disampaikan oleh A. Sonny Keraf dalam artikelnya berjudul Sustainable Development, adalah pola pikir manusia yang menempatkan alam sebagai obyek yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan manusia.Juga, mis-orientasi pembangunan yang dilakukan. Pembangunan semata untuk pertumbuhan ekonomi, menegasikan aspek sosial-budaya dan lingkungan hidup. Hal ini terjadi umum di seluruh negara di dunia, termasuk di Indonesia.Padahal, sebagaimana yang di ungkapkan oleh Epicuru dalam buku the Epicurus reader, sebagaimana dikutip Magdoff dan Foster, dia mengatakan “kekayaan jika tidak ada batasannya, adalah kemiskinan besar.”
0
['masyarakat desa', 'iklim/cuaca', 'konflik', 'krisis', 'lahan', 'penyakit', 'hewan terancam punah']
Thanos, Krisis Ekologis dan Masa Depan Bumi | Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Herman Daly, lewat “teorema ketidakmungkinannya”. Dia menyebut tak mungkin ekonomi terus bertumbuh terus tak terbatas di tengah lingkungan yang tidak tak terbatas.Namun, apa yang terjadi, yang terjadi adalah perluasan dan eksploitasi tetap terjadi, bahkan berjalan dengan masif. Motif ekonomi berdasarkan pengejaran laba dan persaingan lalu mendorong aktivitas untuk menambahkan penjualan dan melebarkan pangsa pasar.Mansur Fakih dalam bukunya Runtuhnya Teori Pembangunan menyebut agenda pembangunan perlu diwaspadai. Alih-alih kesejahteraan, pembangunan menyelipkan kepentingan kapitalisme/ neo-liberalisme, seperti kepentingan ekonomi MNC (multinational corporation), maupun TNC (trans-national corporation).Berbagai agenda pembangunan masif ternyata membawa dampak negatif yang begitu besar. Yakni, kerusakan lingkungan seperti polusi air, udara dan tanah; dan munculnya beragam masalah sosial seperti kesenjangan kesejahteraan, pengangguran, serta kegagalan ekonomi dalam mencukupi kebutuhan dasar semua orang.Apapun yang dijelaskan di atas, menggarisbawahi bahwa bumi saat ini dalam fase ekologi yang kritis bagi kehidupan spesies. Ia butuh kesadaran kita bersama. Bukan hanya kesadaran sebagian kecil kaum intelektual, aktivis, maupun para pegiatnya saja. Dasarnya karena kita hidup dalam satu dunia, dan karenanya semua manusia pasti butuh lingkungan yang baik dan sehat.Dengan demikian, diperlukan sistem mendasar, nilai-nilai etika baru, sebuah panduan dan aksiologi, yang menjadi dasar dalam menjalankan etika moral pengelolaan bumi.Jika kita gagal dalam melakukannya, maka gambaran ancaman dalam Infinity War pun bisa saja terjadi. Chaos pun tak terhindari. Akan muncul “Thanos Thanos” yang bertindak jauh menghilangkan hak orang-orang lain yang tak tahu-menahu tentang persoalan yang ada.Semoga gambaran suram ini tidak terjadi. Foto utama: Bumi difoto dari permukaan bulan. Dok: NASA.gov 
0
['foto', 'konflik', 'krisis', 'penyelamatan lingkungan']
Thanos, Krisis Ekologis dan Masa Depan Bumi | *Alwi Alu, penulis adalah mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang. Saat ini menjabat sebagai Ketua HMI UIN Malang Komisariat Syariah Ekonomi.  [SEP]
1
['krisis']
Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang | [CLS] Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Barang Kena Cukai (BKC) baru berupa kantong plastik, sehingga secara resmi komponen BKC di Indonesia saat ini terdiri dari plastik, rokok, etil alkohol dan minuman beralkohol. Penambahan BKC baru tersebut tentu didasari atas pertimbangan status darurat sampah nasional khususnya yang berasal dari konsumsi plastik di kehidupan sehari-hari. Sudah menjadi rahasia bersama jika kita begitu mudahnya mengkonsumsi dan membuang kantong plastik meski nyatanya dibutuhkan waktu hingga puluhan tahun bagi bumi untuk dapat mengurainya.Tak heran jika sampai tahun 2016 saja konsumsi kantong plastik di Indonesia sudah mencapai 107.065.217 kg per tahun. Indonesia juga masuk kategori salah satu negara dengan konsumsi sampah plastik terbesar di dunia. Upaya penanganan sudah didukung sepenuhnya oleh beberapa regulasi baik dari hulu hingga hilir. Dari sisi hilir misalnya sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut. Kebijakan ini sekaligus melengkapi beberapa ketentuan teknis yang sudah ada terlebih dahulu. Sebelumnya pemerintah sudah menerbitkan Perpres Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Jastranas). Ada juga Perpres Nomor Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.
0
['kebijakan', 'penyelamatan lingkungan', 'politik', 'sampah']
Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang | Kelengkapan-kelengkapan regulasi tersebut menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah mengatasi permasalahan sampah nasional sekaligus adanya perubahan paradigma cara pandang masyarakat dan pemerintah terhadap sampah menuju paradigma circular economy dari pemanfaatan daur ulang sampah. Yang perlu disadari dasar pemikiran dan tujuan dari masing-masing regulasi pemerintah berbeda namun saling melengkapi. Perpres Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, diamanatkan di 12 daerah dengan filosofi mengatasi sampah existing yang tidak terkelola sekaligus mendapatkan energi terbarukan sebagai bonus.baca : Cara Indonesia Kurangi Sampah Plastik hingga 70 Persen  Sementara Perpres Nomor 97 Tahun 2017 tentang Jastranas secara jelas menyasar penurunan timbulan sampah sejak dari awal sebesar 30% dari angka timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga di tahun 2025. Selain itu juga diupayakan adanya penanganan sebesar 70% dari angka timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebelum adanya kebijakan. Dengan demikian semangat yang diusung oleh Jastranas ini adalah semangat daur ulang (3R) menuju terciptanya circular economy sebagaimana penjelasan di awal.Mekanisme cukai sendiri sejatinya hanyalah menjadi pelengkap instrumen kebijakan yang paling memadai jika dikaitkan dengan isu eksternalitas negatif yang harus dikendalikan. Dalam keterangannya, DPR juga mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan dengan segera road map penambahan jenis BKC lainnya sebagai salah satu cara dalam mengendalikan konsumsi berbagai barang yang memiliki dampak negatif terhadap kesehatan atau kelestarian lingkungan hidup jika dipakai secara berlebihan.
2
['energi', 'kebijakan', 'konflik', 'lahan', 'penyelamatan lingkungan', 'politik', 'sampah']
Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang | Salah satu jenis BKC yang mengemuka adalah gas buang kendaraan bermotor sebagai hasil pembakaran BBM yang digunakan. Secara personal, penulis merasa tertarik untuk menganalisis lebih dalam wacana tersebut mengingat konteksnya sesuai dengan kualitas udara di beberapa kota besar di Indonesia yang akhir-akhir ini sedang menghadapi banyak kendala. Menurut penelitian WHO, banyak kota-kota besar di dunia, termasuk di Indonesia yang memiliki tingkat polusi PM10 rata-rata per tahun yang jauh melebihi batas aman yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia ini.Berdasarkan laporan yang dirilis WHO misalnya, dari 5 kota di Indonesia yang diamati, hanya Kota Pekanbaru yang memiliki standar polusi rata-rata per tahun di bawah standar WHO sebesar 20 mikrogram per meter kubik (20 µg/m3). Dari data yang diambil WHO pada 2008 saja, tingkat polusi  PM10 Pekanbaru sebesar 11 mikrogram per meter kubik (11 µg/m3). Kota-kota besar lain di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan, memiliki tingkat polusi yang jauh di atas batas aman WHO.Jakarta misalnya, standar polusi udara yang dicatat WHO di tahun 2008 sudah mencapai 43 µg/m3 – 200% di atas standar aman WHO. Angka ini meningkat pada 2009 menjadi 68,5 µg/m3 atau lebih dari 300% dari standar aman WHO. Tahun 2010 angka ini diklaim turun walaupun masih 200% di atas standar WHO menjadi 48,5 µg/m3 sebagian karena efek diselenggarakannya program bebas kendaraan bermotor di Jakarta (Jakarta Car Free Day).Masih berdasar laporan yang sama, Kota Surabaya, Bandung dan Medan justru memiliki kualitas udara yang lebih parah dari Jakarta. Standar polusi PM10 di Kota Kembang mencapai rata-rata 51 µg/m3 per tahun, sementara di Surabaya nilainya mencapai 69 µg/m3, dan Medan mencapai 111 µg/m3 per tahun. Angka-angka di atas memberikan gambaran nyata betapa buruknya tingkat polusi udara di kota-kota besar di Tanah Air.baca juga : Standard Emisi Kendaraan di Indonesia, Sejauh Apa Penerapannya?  
2
['energi', 'perusahaan']
Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang | Kondisi ini tentu saja menggambarkan trade off yang sangat rumit, mengingat sektor otomotif sering diklaim menjadi penyumbang utama memburuknya kualitas udara, sementara di sisi lain sektor otomotif juga menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional khususnya dari sektor konsumsi masyarakat. Harus diakui bahwa menggeliatnya pasar otomotif memang memberi dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Sayangnya, kenaikan laju sektor otomotif juga menuntut adanya respon optimal dari pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana prasarana pendukung lainnya. Jika harapan ini tidak dapat diwujudkan, maka akan banyak kerugian yang ditimbulkan akibat terlepasnya berbagai zat beracun dalam kendaraan bermotor ke udara.Secara umum dampak-dampak yang sering teridentifikasi adalah munculnya gangguang hipertensi akibat tekanan kerja jantung yang berlebihan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, munculnya penyakit gangguan mata, penurunan kecerdasan serta terganggunya perkembangan mental anak. Pungutan Emisi Gas Buang Hingga saat ini, Pemerintah sudah menerapkan standar pengaturan emisi gas buang sebagai prasyarat di dalam perpanjangan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) setiap tahunnya. Bahkan persyaratan mengenai emisi gas buang sudah menjadi aturan tersendiri dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Dalam Pasal 64 paragraf 1 dikatakan bahwa emisi gas buang menjadi persyaratan laik jalan kendaraan bermotor. Pasal 65 juga menyebutkan bahwa emisi kendaraan bermotor harus diukur berdasarkan kandungan polutan yang dikeluarkan kendaraan bermotor serta wajib tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan. Penetapan ambang batas tersebut diselenggarakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup.
0
['penyakit', 'perdagangan', 'politik']
Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang | Berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan oleh pengelolaan emisi gas buang, penulis menyarankan untuk mengkaji lebih dalam kemungkinan pengenaan cukai emisi gas buang berbarengan dengan pengenaan PKB setiap tahunnya. Dengan pengenaan cukai emisi gas buang, nantinya tidak akan menghilangkan kewajiban pembayaran berbagai jenis pajak kendaraan bermotor (PKB) lainnya, namun ada sedikit penyesuaian di dalam sistem pemungutannya. Cukai emisi gas buang juga akan mengadopsi mekanisme insentif dan dis-insentif pajak.Untuk kendaraan bermotor yang melebihi ambang batas emisi gas buang akan dikenakan tarif PKB progresif, sebaliknya untuk kendaraan bermotor yang mampu mengelola emisi gas buang di bawah ambang batas akan memperoleh keringanan tarif PKB. Karena berupa cukai, maka seyogyanya pungutan ini di ear marking untuk dikembalikan lagi kepada pembangunan infrastruktur jalan, pemeliharaan jalan, infrastruktur transportasi umum, pengembangan bahan bakar alternatif, pengujian emisi serta upaya perbaikan kualitas udara yang tercemar. Pemda yang tidak menaati aturan penggunaan dapat dikenakan sanksi dan hukuman misalnya tidak mendapatkan alokasi dana untuk periode selanjutnya.perlu dibaca : Mantap. Mahasiswa ini Mampu Manfaatkan Gas Buang Motor Jadi Listrik  Terkait ide tersebut, Indonesia dapat mencontoh Australia yang sudah terlebih dahulu menerapkan mekanisme pajak emisi gas buang. Meskipun awalnya menuai banyak protes khususnya dari para oposisi dan industriawan, pajak itu akan dikenakan pada polusi yang dihasilkan oleh korporasi. Sekitar 350 perusahaan ‘produsen’ polusi utama harus membayar sebesar 23 dolar Australia atau setara Rp220 ribu untuk setiap ton karbon yang mereka hasilkan. Dengan skema tersebut, Pemerintah Australia berharap tahun 2020, polusi karbon Australia setidaknya akan berkurang 159 juta ton/tahun dibandingkan dengan jika skema tidak diterapkan.
1
['konflik', 'pendanaan', 'perusahaan', 'politik']
Sudah Saatnya Ada Pungutan Emisi Gas Buang | Dalam beberapa waktu ke depan, pemerintah sedianya juga akan segera merampungkan beleid khusus mengenai nilai ekonomi karbon (NEK) yang akan menjadi wadah bagi bekerjanya mekanisme pasar karbon nusantara. Kombinasi kebijakan pungutan emisi gas buang dalam bentuk cukai dan NEK jelas menjadi gula-gula yang begitu menggoda. Demi tujuan perbaikan bersama, rumusan di atas tentu bukan hal mutlak yang tidak dapat diperdebatkan. Justru berbagai masukan yang konstruktif sangat dibutuhkan. Namun semuanya harus bermuara pada satu tujuan bersama menciptakan Indonesia yang bersahabat dan bermartabat.  *Joko Tri Haryanto, Peneliti Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Tulisan ini merupakan pendapat pribadi, tidak mencerminkan kebijakan institusi  [SEP]
2
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'iklim/cuaca', 'politik']
Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan | [CLS]       Presiden Joko Widodo kembali meninjau program lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah, 8 Oktober lalu, di tengah aksi massa menolak pengesahan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja (omnibus law).Setidaknya 30.000 hektar lahan eks proyek laham gambut (PLG) di Kalteng jadi lahan percontohan lumbung padi baru, dengan 10.000 hektar di Kabupaten Pulang Pisau dan 20.000 hektar di Kapuas. Sisanya, seluas 130.000-an hektar dibangun pada 2021 dengan total 160.000-an hektar lebih. Kedatangan Jokowi ini kali kedua setelah kunjungan pertama Juli lalu.Baca juga: Bertani di Lahan Gambut, Jangan Mengulang Kesalahan Masa LaluSekitar 1.000 hektar lahan food estate, selain tanam padi, akan kombinasi dengan komoditas lain, seperti jeruk, kelapa, bawang merah dan peternakan berupa ikan dan itik.“Jika hasil bagus, model bisnis ini juga akan diterapkan di daerah lain,” kata Jokowi pada kunjungan awal Oktober itu.Pada 23 September lalu, dalam rapat terbatas soal food estate, presiden menyatakan, selain di Kalteng dan Sumatera Utara, lumbung pangan akan ada di provinsi-provinsi lain seperti Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur sampai Papua.Pada 12 Oktober 2020 dalam wawancara yang direkam courtesy DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan menyebutkan, masalah pangan itu strategis dalam bernegara. Peran Prabowo adalah untuk mengamankan cadangan pangan.  Jokowi menunjuk Menhan mengurusi lumbung pangan singkong.“Food is weapon and as a weapon,” katanya dalam video itu.  Petani bisa makin terpurukIwan Nurdin, Plt Presiden Food First Information and Action Networt (FIAN) Indonesia mengatakan, kondisi petani di tengah masa pandemi makin terpuruk. Meski Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik menyatakan, pertanian jadi salah satu yang tumbuh di tengah resesi ekonomi, tidak berarti perekonomian petani meningkat.
0
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'kebijakan', 'konflik', 'krisis', 'lahan', 'penyakit', 'pertanian', 'politik', 'trivia']
Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan | Baca juga: Lahan Gambut Eks PLG Satu Juta Hektar, Bagaimana Kabarnya Saat ini?Pembatasan sosial skala besar menyebabkan harga komoditas anjlok, sekalipun itu terdapat panen raya. Di tengah situasi ini, pemerintah mau bangun lumbung pangan di Kalteng, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Sumba dan Papua.“Hari Petani 2020 ini situasi makin tidak baik untuk petani. Ada orientasi membangun pertanian tanpa petani. Jadi pangan dan produk pertanian hendak diserahkan ke korporasi pangan,” katanya.Laksmi Savitri, Ketua Dewan Nasional FIAN Indonesia mengatakan, upaya pembangunan lumbung pangan ini jadi upaya dalam mengubah tatanan pertanian di Indonesia. Apalagi, pemerintah menyebutkan, investor asing sudah mengantri dalam proyek lumbung pangan. Korporasi pertanian pun, katanya, terlihat dari pembangunan lumbung pangan di Sumut digawangi PT Indofood.Dia menyayangkan, proyek lumbung pangan ini mendorong korporasi bukan koperasi petani. Kondisi ini, katanya, jelas merugikan petani, karena selama ini mereka bertani bukan bicara untung dan rugi, tetapi pemenuhan keperluan keluarga.Baca juga: Cetak Sawah Baru: Jangan Lagi Gambut Hancur Seperti Proyek Satu Juta HektarDalam peningkatan produktivitas petani, katanya, mestinya dengan subsidi alat pertanian dan keberpihakan kepada nasib petani.Menurut Ben White, International Institute of Social Studies Den Haag, Indonesia tak perlu pertanian pangan monokultur skala luas.“Efektif efisien ini adalah memaksimalkan hasil produksi per hektar dengan meminimalkan input modal.”Selain itu, sistem pangan dari usaha tani skala kecil dia nilai lebih unggul, secara ekonomi, sosial dan ekologi. Pertanian skala besar dan monokultur dinilai tidak berkelanjutan.White menilai, perlu ada pengelolaan nilai tambah dari pertanian saat ini, tak hanya berbicara dari hulu ke hilir yang biasa dikuasai juragan lokal atau agribisnis.  Tolak ‘food estate’ Papua
0
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'konflik', 'krisis', 'lahan', 'penelitian', 'pertanian', 'trivia']
Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan | Sejumlah organisasi masyarakat sipil di Papua mendesak Presiden Joko Widodo menghentikan rencana pembangunan lumbung pangan (food estate) di Papua. Organisasi-organisasi tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Food Estate di Papua, pada 28 September lalu mengeluarkan pernyataan sikap mereka.Koalisi ini terdiri dari Walhi Papua, KPCK Sinode GKI di Tanah Papua, Perkumpulan Advokat HAM (Paham) Papua, Perkumpulan Terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (Pt-PPMA) Papua, SKP Keuskupan Agung Merauke, Jaringan Kerja Rakyat (Jerat) Papua, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat , SKPKC Fransiskan Papua , KIPRa Papua dan Pengurus Nasional Papuan Voices.Baca juga: Pelibatan Petani dalam Proyek Food Estate d Kalteng Tak JelasMereka menyatakan, pembangunan industri pangan akan membuka hutan skala besar dan menghancurkan ruang hidup masyarakat adat Papua. Berdasarkan data koalisi, pemerintah berencana mengkonversi 1.304.574 ha kawasan hutan dan 734.377 hektar areal penggunaan lain di Merauke.Food estate jadi jawaban pemerintah atas ancaman krisis pangan nasional dan dunia. Pemerintah membuka lahan skala besar dan menyerahkan pengelolaan kepada industri.Di Papua, proyek food estate sudah mulai sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pada 2010, SBY mengembangkan proyek food estate di Merauke, dengan nama Merauke Integrated Food Energy Estate (MIFEE) seluas 1,3 juta hektar. Di lahan ini, pemerintah memberikan izin-izin usaha budidaya pertanian tanaman pangan, perkebunan tebu dan sawit, serta hutan tanaman industri kepada 45 perusahaan. Pada 2015, proyek ini lanjut oleh Jokowi.Sabata Rumadas perwakilan koalisi mengatakan, proyek ini telah menimbulkan banyak maslaah. Izin yang keluar dari pemerintah melegitimasi perampasan lahan milik masyarakat adat. Konflik kepemilikan di masyarakat adat tidak terhindarkan.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'Lembaga Swadaya Masyarakat', 'budidaya', 'masyarakat desa', 'kebijakan', 'konflik', 'krisis', 'lahan', 'pertanian', 'perusahaan', 'politik', 'sawit', 'trivia']
Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan | Perubahan lingkungan akibat pembukaan lahan skala besar juga berdampak pada perubahan kebudayaan secara dratis.Masyarakat, katanya, kehilangan sumber pangan dan ekonomi, kehancuran sistem pengetahuan tentang adat, bahasa, hingga religi.“Bagi masyarakat adat, hidup mereka bukan saja tergantung pada alam, tetapi hidup mereka menyatu bersama alam. Kepunahan alam berarti mengancam keberlanjutan masyarakat adat,” katanya.  Picu  krisis panganSistem pangan nasional sangat terkait dengan kebijakan politik. Sejak lama Pemerintah Indonesia memilih menyelesaikan masalah krisis pangan dengan menghadirkan investor di sektor pangan. Di bawah pimpinan Jokowi, kebijakan itu lanjut bahkan diperkuat.“Itu terlihat dari omnibus law yang baru saja disahkan dan beberapa strategi program yang dikeluarkan Kementerian Pertanian. Petani-petani kecil akan diintergrasikan ke dalam kekuatan-kekuatan besar di sektor pertanian yaitu orang-orang yang bermodal besar,” kata Marsen Sinaga, Direktur InsistPress, saat bedah buku “Berebut Makan: Politik Baru Pangan” yang ditulis Paul McMahon terbitan InsistPress.Alih-alih jadi solusi krisis pangan, dalam buku Paul McMaron menyatakan, selain harga pangan makin mahal, produksi dan distribusi pangan makin dikuasai korporasi. Kondisi ini, katanya, justru jadi salah satu penanda krisis pangan.“Salah satu unsur krisis pangan adalah kalau penyediaan pangan makin ditentukan korporasi pangan yang mengakibatkan ketergantungan. Artinya, variabel atau unsur kedaulatan makin tak ada dalam hal apa yang dimakan oleh setiap orang.”Di tangan korporasi, pangan tak jadi hak dasar masyarakat untuk kehidupan tetapi obyek pencarian keuntungan. Produksi jenis pangan pun, katanya, yang paling bisa menghasilkan keuntungan besar.
0
['konflik', 'krisis', 'lahan', 'pertanian', 'politik', 'hewan terancam punah', 'trivia']
Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan | Dalam kasus food estate di Papua, negara memberikan keleluasaan kepada perusahaan untuk menguasai lahan skala besar. Hal ini berdampak pada masalah perampasan lahan masyarakat adat dan pembababatan hutan. Pada tahap awal pembangunanannya, food estate sudah mengkibatkan krisis di internal masyarakat termasuk krisis pangan. Pun demikian dengan lingkungan.“Di buku ini dia bilang, pertanian-pertanian skala industri atau model yang dipakai oleh agribisnis itu berkontribusi besar sekali pada kerusakan llingkungan. Pertanian ke depan makin tidak berkelanjutan,” kata Marsen.Bagi pemerintah, mendatangkan investor termasuk di sektor pertanian bisa ikut mendorong pertumbuhan ekonomi. Padahal, kehadiran korporasi pangan yang padat modal juga berpotensi menyingkirkan petani kecil. Petani kecil, katanya, tidak mampu bersaing dengan korporasi.Pada akhirnya, banyak para petani kecil berakhir jadi buruh agar bertahan hidup. Korporasi sudah pakai tenologi tinggi hingga petani terserap hanya sedikit. Pengangguran pun terjadi.Marsen meragukan latar belakang kebijakan impor pangan di Indoensia karena kekurangan produksi dalam negeri. Menurut dia, kebijakan impor bisa saja jalan karena ada kartel tertentu yang mengambil untung dari proses impor pangan hingga pemerintah menyerahkan pada mekanisme pasar.“Mungkin bagi mereka jauh lebih untung beli beras dari Thailand daripada beras produksi petani.”Data Kementerian Pertanian menyebutkan, ada 33,4 juta petani di Indonesia. Seharusnya angka ini bisa jadi kekuatan memproduksi pangan sendiri. Para petani terlebih dahulu memastikan ketersediaan pangan mereka sendiri aman, dan kelebihan akan ke pasar.Berbagai penelitian sudah menunjukkan, produksi dari pertanian skala kecil padat tenaga kerja jauh lebih tinggi daripada priduksi unit pertanian yang didukung oleh teknologi tinggi.
0
['konflik', 'krisis', 'lahan', 'perdagangan', 'pertanian', 'perusahaan', 'politik', 'trivia']
Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan | Dengan demikian menjawab masalah krisis pangan dengan mendorong para petani meningkatkan produksi, jauh lebih meguntungkan dibanding mengundang korporasi pangan. Di banyak tempat, katanya, sistem pertanian di desa melibatkan lebih banyak tenaga kerja. Dengan begitu, pertanian bisa jadi sumber penghidupan dan mencegah pengangguran, urbanisasi, dan menumpuknya buruh murah di Kota.“Jauh lebih menguntungkan secara ekonomi maupun sosial. Karena jumlah orang yang menganggur lebih sedikit, jumlah orang bekerja lebih banyak. Jadi, ada problem pengangguran yang bisa dijawab.”  Teknologi, katanya, memang perlu namun teknologi yang dikembangkan sendiri oleh petani mulai dari produski benih, pupuk, pestisida, hingga pengolahan pasca panen. Bukan teknologi yang membuat petani tergantung dengan pihak luar. Di sini poin kedaulatan pangan terpenuhi.Pilihan makanan tiap hari, katanya, ikut berkontribusi pada kriris pangan.Selain berdampak pada perampasan lahan dan kerusakan lingkungan, produksi pangan oleh korporasi juga berdampak langsung pada kesehatan.Marsen juga menekankan bagaimana industri pangan mempengaruhi pilihan masyarakat. Tanpa disadari, selera makan masyarakat ditentukan industri.Marsen mengutip Susan George dalam buku Pangan: dari Penindasan Sampai Ketahanan Pangan terbitan InsistPress 2007. Susan menyebut, industri bekerja keras mengubah kebiasaan makanan masyarakat dari makanan khas nasional atau daerah, ke makanan produsksi industri.Dampaknya, masyarakat cenderung menghabiskan uang untuk membeli makanan produksi indutri daripada makanana lokal. Padahal, sebelumnya kebutuhan gizi untuk hidup seehat bisa dipenuhi pangan sekitar.Kondisi ini, katanya, makin memperkuat posisi industri pangan, menggeser posisi petani-petani skala kecil, dan menghilangkan keberagaman pangan lokal.
0
['masyarakat desa', 'kebijakan', 'konflik', 'krisis', 'lahan', 'pertanian', 'perusahaan', 'trivia']
Kala Proyek ‘Food Estate’ Bisa Makin Sulitkan Petani dan Dorong Krisis Pangan | Pangan produksi korporasi juga berisiko untuk kesehatan. Banyak bahan pangan olahan sudah ditambah unsur-unsur baru yang tak sehat untuk konsumsi.“Bahkan sesungguhnya pangan yang diproduksi korporasi dan diiklankan secara intesif berisiko menimbulkan banyak sekali penyakit.”Sebagaimana ditulis Paul McMahon, kata Marsen masyarakat menggunakan strategi dua kaki. Selain terus kritik kebijakan pemerintah mengatasi kritis pangan, juga bisa memulai gerakan kecil dengan membeli makanan langsung dari petani terutama yang sistem pertanian mempertimbangkan keseimbangan ekologis dan daya dukung lingkungan. Mengkonsumsi makan segar dari produsen pertama dan bukan olahan, katanya, langkah kecil juga mengandung pilihan politis dalam sistem pangan.Di banyak negara, model seperti ini bisa berjalan dalam bentuk community supported agriculture. Pertanian skala kecil langsung terhubung dengan konsumen di perkotaan. Jalur distribusi yang dikuasai korporasi pangan atau perusahaan besar bisa terpotong.Dengan cara ini, katanya, secara langsung sebagai konsumen hendaknya mendukung kestabilan bahkan mendorong peningkatan produksi petani.“Masyarakat bisa juga bergerak langsung di tingkat bawah. Bahkan lewat pilihan-pilihan konkrit tiap hari tentang apa yang dimakan. Selemah-lemhanya iman, itu berkontribusi terhadap problem krisis pangan.”  Keterangan foto utama:  Kanal primer eks PLG di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang ditutup secara permanen. Nantinya ditengah hanya disisakan salurah air untuk jalur transportasi warga. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia [SEP]
0
['foto', 'konflik', 'krisis', 'lahan', 'penyakit', 'penyelamatan lingkungan', 'pertanian', 'perusahaan', 'politik', 'trivia']
Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng | [CLS] Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Laut Indonesia dan Aliansi Selamatkan Pesisir mengecam serangkaian tindakan intimidasi anggota Polairud Sulsel terhadap sejumlah nelayan di Kelurahan Kodingareng, Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, Kota Makassar.Dalam penjelasannya ke media, Minggu (27/9/2020), aktivis dari dua koalisi ini menjelaskan bahwa tindakan intimidasi itu mulai muncul sejak PT Royal Boskalis Internasional melakukan penambangan pasir laut di wilayah tangkap nelayan. Aktivitas penambangan tersebut berjarak sekitar 8 mil dari Pulau Kodingareng Lompo dengan daya rusak seluas 4 mil. Pasir tambang tersebut digunakan untuk timbunan reklamasi proyek strategis nasional Makassar New Port (MNP).Di sisi lain, sejak awal diakui oleh pihak perusahaan dan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bahwa mereka tidak pernah melakukan sosialisasi dan konsultasi publik mengenai rencana penambangan tersebut kepada masyarakat Pulau Kodingareng.“Hasil pemantauan dan kajian Aliansi Selamatkan Pesisir dan nelayan Kodingareng menunjukkan bahwa kegiatan penambangan oleh PT Royal Boskalis Internasional telah mengubah dan merusak wilayah tangkap nelayan di perairan Galesong Utara,” ungkap Muhammad Al Amien, Direktur Walhi Sulsel.Menurut Amien, aktivitas menyebabkan air laut menjadi keruh, gelombang tinggi, dan kerusakan ekosistem laut. Akibatnya, selama enam bulan terakhir hasil tangkapan nelayan berkurang drastis bahkan dalam satu harinya sama sekali tidak mendapat ikan.“Masyarakat Pulau Kodingareng yang mengetahui wilayah tangkap ikan tersebut bermasalah melakukan sejumlah protes terhadap kegiatan pertambangan, namun bukan jawaban yang mereka dapatkan melainkan penangkapan bahkan tindakan kekerasan dari Polairud Polda Sulsel,” katanya.baca : Aksi Penolakan Nelayan dan Sengkarut Tambang Pasir Laut di Makassar  
0
['Aparatur Sipil Negara', 'konflik', 'nelayan', 'penyelamatan lingkungan', 'perusahaan', 'tambang', 'trivia']
Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng | Aliansi Selamatkan Pesisir bersama Koalisi Selamatkan Laut Indonesia mencatat enam praktik intimidasi baik secara verbal maupun nonverbal oleh Polairud Polda Sulsel yang terjadi sejak Juli – September 2020.Praktik tersebut diikuti dengan tindakan kekerasan hingga penangkapan dan penahanan masyarakat/nelayan Kodingareng. Sejumlah peristiwa tersebut terjadi ketika nelayan dan sejumlah masyarakat Kodingareng melakukan aksi penolakan terhadap kegiatan penambangan PT Royal Boskalis Internasional guna mempertahankan ruang hidup mereka.Adapun dari serangkaian praktik intimidasi tersebut, koalisi menyatakan menemukan beberapa pola yang terjadi selama ini di Kodingareng. Pertama, pola pembatasan atau penanganan aksi masyarakat dan nelayan Kodingareng menggunakan restriksi aparat penegak hukum yang tidak terukur. Kedua, penanganan aksi diarahkan secara khusus kepada masyarakat dan nelayan Kodingareng, serta aktivis, dan pers mahasiswa yang sebenarnya tengah menggunakan hak konstitusinya untuk bersolidaritas dan melindungi lingkungannya. Ketiga, langkah yang diambil oleh Polairud Polda Sulsel tidak memperhatikan peraturan hukum yang semestinya.Keempat, tindakan intimidasi Polairud Polda Sulsel yang mendatangi tempat tinggal nelayan membuat nelayan takut untuk bertindak dan beraktivitas. Kelima, sejumlah peristiwa tersebut bertujuan untuk membungkam kebebasan sipil nelayan yang sedang melindungi wilayahnya. Keenam, tidak memberikan akses kepada para pendamping hukum yang menangani kasus kriminalisasi.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'konflik', 'nelayan', 'penyelamatan lingkungan', 'tambang', 'trivia']
Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng | Menurut Edy Kurniawan, dari LBH Makassar, kehadiran Negara, melalui aparatnya, yang diharapkan dapat mengambil langkah yang tepat untuk mencegah, menyelidiki, menghukum, atas praktik kejahatan bisnis dan penyalahgunaan kewenangan yang diduga dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah bersama koleganya saat penerbitan izin terkait aktivitas tambang pasir laut maupun pembangunan proyek Makassar New Port, malah menjadi bagian dalam mendukung perusakan lingkungan dan membungkam suara masyarakat melalui praktik kriminalisasi dan intimidasi.Di lain sisi, hak untuk tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata karena memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, dilindungi oleh Pasal 66 UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.“Serangkaian aksi protes nelayan Kodingareng mesti dipandang sebagai wujud perjuangan untuk mempertahankan lingkungan hidup yang baik dan sehat, oleh karena kegiatan tambang pasir telah nyata merusak ekosistem laut dan menghilangkan ruang hidup dan mata pencaharian utama nelayan tradisional.”baca juga : Tambang Pasir Laut di Makassar Rampas Ruang Hidup Nelayan  Koalisi kemudian menyatakan sejumlah tuntutan terkait situasi ini. Pertama, menuntut Kapolda Sulawesi Selatan untuk segera memerintahkan Kepala Direktorat Polair Polda Sulsel untuk menarik seluruh anggotanya dari Pulau Kodingareng.Kedua, menuntut Kapolda Sulawesi Selatan untuk melakukan audit dan evaluasi secara menyeluruh terkait dengan sejauh mana operasi dan penindakan terhadap anggota Polairud untuk tidak melanggar hak seseorang serta dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Ketiga, menuntut Kapolda Sulawesi Selatan untuk menjamin akses baik informasi maupun pendampingan hukum terhadap nelayan yang menjadi korban kriminalisasi.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'kebijakan', 'konflik', 'nelayan', 'penyelamatan lingkungan', 'politik', 'tambang', 'trivia']
Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng | Keempat, menuntut Propam Polda Sulawesi Selatan melakukan pemeriksaan terhadap anggota-anggotanya yang diduga melakukan pelanggaran etik maupun pidana atas tindakannya melakukan intimidasi terhadap masyarakat dan nelayan Kodingareng. Pemeriksaan tersebut harus juga menyasar pada Kepala Direktorat Polair Polda Sulsel untuk mengetahui sejauh mana intensi atasan langsung perihal operasi yang dilakukan di Pulau Kodingareng.Kelima, menuntut Lembaga Pengawas Eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsman RI agar menggunakan kewenangan sesuai mandat masing-masing lembaga untuk melakukan pemantauan terhadap sejumlah peristiwa tersebut agar berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Sedangkan Direktur Polair Polda Sulsel Kombes Hery Wiyanto sudah membantah tudingan soal penangkapan. Dia menyatakan petugas tidak menggunakan senjata dan peluru tajam.“Sesuai laporan anggota yang bertugas tidak ada unsur kekerasan yang dilakukan saat itu,” kata Hery dikutip dari IDN Times.Hery mengatakan, mereka ditangkap karena merusak kapal penambang pasir. Nelayan disebut kapal di lokasi penyetodak pasir dan melemparkan bom molotov.“Makanya kapal balik dan masih dikejar sehingga ketemu kapal Polair dan diamankan,” ujarnya.perlu dibaca : LBH Makassar Ajukan Praperadilan terkait Status Tersangka Nelayan Manre   Kajian WALHIPada medio September 2020 lalu, Wahana Lingkungn Hidup Indonesia (WALHI) Daerah Sulawesi Selatan menyatakan telah menyelesaikan hasil kajian terkait dampak buruk tambang pasir laut terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakat di Pulau Kodingareng.WALHI juga menagih janji Gubernur untuk berdialog dengan masyarakat ketika pihaknya telah menyelesaikan kajian terkait daya rusak tambang pasir laut terhadap nelayan dan masyarakat di Pulau Kodingareng.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'Lembaga Swadaya Masyarakat', 'konflik', 'nelayan', 'penyelamatan lingkungan', 'politik', 'tambang', 'trivia']
Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng | Menurut Slamet Riadi, Ketua Tim Kajian WALHI Sulsel, kajian ini dibuat untuk menjawab tantangan Gubernur dan menunjukkan ke publik bagaimana aktivitas tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan benar-benar memberi dampak serius bagi masyarakat, terutama perempuan di Pulau Kodingareng.“Sekarang kami telah menyelesaikan kajian ini, oleh karena itu kami pun meminta Gubernur Sulsel memenuhi janjinya untuk berdialog dengan para nelayan dan perempuan yang menolak tambang pasir laut PT Boskalis,” katanya.Riadi bilang telah mengkaji dokumen lingkungan perusahaan pemilik konsesi, dalam dokumen tersebut dirinya melihat banyak dampak-dampak yang terjadi namun tidak dijelaskan di dokumen lingkungan tersebut.Kemudian terkait dengan hasil kajian perizinan yang dilakukan oleh Jatam dan Koalisi Selamatkan Laut Indonesia, Riadi menyebut bahwa kajian tersebut merupakan temuan penting yang perlu ditindak lanjuti, terutama bagi penegak hukum. Karena selama ini, selalu saja nelayan yang disoroti dan dikriminalisasi. Saatnya penegak hukum juga menindak pelanggaran perizinan yang terjadi pada proyek tambang pasir laut.“Dari kajian awal teman-teman koalisi, sangat jelas adanya dugaan tindak pidana korupsi dan monopoli usaha. Artinya Boskalis selama ini menambang di konsesi yang diduga melawan hukum,” imbuhnya.Kajian yang dilakukan oleh WALHI ini sendiri terkait pernyataan Gubernur Nurdin meminta data terkait pelanggaran yang dituduhkan pada aktivitas penambangan itu.“Kalau pun yang menambang ini melanggar aturan, sampaikan datanya. Kami akan cabut izinnya. Kalau selama ini ada demo dan sebagainya, mereka (warga Pulau Kodingareng) tidak membawa data,” katanya, sebagaimana dikutip di Kompas (18/9/2020).
0
['kebijakan', 'konflik', 'korupsi', 'nelayan', 'penyelamatan lingkungan', 'perusahaan', 'politik', 'tambang', 'trivia']
Aktivis Kecam Polairud Sulsel terkait Tindakan Intimidasi terhadap Masyarakat Pulau Kodingareng | Menurutnya, adanya polemik hingga situasi terus memanas dengan masyarakat nelayan Pulau Kodingareng karena dirinya hanya ingin mengamankan proyek strategis nasional. Pasir yang ditambang di sekitar Pulau Kodingareng itu digunakan untuk pembangunan proyek Makassar New Port (MNP).  [SEP]
0
['konflik', 'nelayan', 'penyelamatan lingkungan', 'tambang', 'trivia']
Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern | [CLS]  Irja (23), guide lokal itu, buru-buru memakai ikat kepala. Dia diminta Ucu Suherlan, sesepuh dan wakil adat Kampung Naga,  untuk menenami tamu yang datang dari Kota Bogor.“Punten (maaf) nanti masuk kampung, mohon jaga perilaku demi menghormati adat masyarakat,” katanya sopan dengan cengkok khas Sunda yang halus mengayun.Untuk sampai ke lokasi perkampungan, pengunjung mesti menuruni 400 anak tangga dari batu yang dilapisi semen selebar 2 meter. Lokasinya diapit perbukitan dataran tinggi dengan kemiringan 45 derajat yang membujur dari timur ke barat.  Perbukitan itu terletak di kawasan hulu Sungai Ciwulan.Dari muara tangga, tampak jalan setapak membentang di antara perbukitan nan hijau. Sungai Ciwulan, -yang dijaga sebagai urat nadi kehidupan, mengalir dari sisi kampung sebelah utara ke timur.Dilihat dari ketinggian, rumah-rumah kampung terlihat berbaris rapi. Semua sejajar dalam posisi timur-barat. Ada terdapat 103 rumah penduduk, jumlahnya tetap. Tidak boleh bertambah atau pun dikurangi.Semakin menuju pemukiman, kesan damai kian kentara. Gemericik air sungai dan rindangnya pepohonan begitu terasa.  Kampung Naga, secara administrasi terletak Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia adalah kampung tradisional yang masyarakatnya hingga kini tetap konsisten dengan pola hidup Sunda Buhun (tradisional).Bagi orang Naga, hidup selaras dengan alam adalah sebuah keniscayaan. Termasuk menjaga amanat kesetiaan pada adat tradisi leluhur atau karuhun.“Itu hutan keramat yang kami jaga turun temurun sesuai titah kolot baheula (nenek moyang),” ujar Irja menunjuk hutan yang tidak boleh sembarang orang masuk. Ia terletak bersisian dengan aliran sungai.Luasnya hanya sekitar 1,5 hektar dan disebut Leweung Biuk. Warga Naga percaya bahwa hidup mereka tak akan selamat jika hutan itu tidak dirawat.
2
['masyarakat desa', 'trivia']
Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern | Di pinggiran kampung yang dilingkupi kolam ikan terdapat sebuah masjid, satu balai kampung, dan satu bangunan utama yang disebut Bumi Ageung. Ketiga bangunan itu menjadi pusat formasi rumah-rumah di sana.Kata Irja, tempat itu biasanya akan ramai pada saat ritual yang digelar pada bulan-bulan sakral. Ketika itu, warga Naga wajib memakai pakaian adat dan mandi di sungai.  “Mohon izin, Bumi Ageung tidak boleh diambil foto,” tutur Irja. Dia mengingatkan kembali wisatawan untuk tidak mengabadikan momen melalui kamera.Alasannya, bangunan berukuran sekitar 3×6 meter, beratap ijuk, dan berdinding anyaman bambu itu merupakan bangunan sakral. Penggunaan pagar bambu ini rupanya sebagai penanda. Setiap bangunan keramat akan dipagari bambu, katanya.Konon, Bumi Ageung adalah tempat penyimpanan senjata pusaka Kampung Naga–berupa tombak dan keris. Setiap hari bangunan ini pun ditunggui seorang wanita yang sudah tak haid lagi.Di tepi kolam-kolam ikan terdapat saung lisung, atau tempat menumbuk padi warga setempat. Suasananya ramai oleh celoteh ibu-ibu.Siang itu, tampak Sukayah (58), warga Naga yang baru menyudahi menumbuk padi beras sebanyak 12 kilogram untuk kebutuhan pangan keluarganya selama seminggu.“Kalau untuk kebutuhan beras sehari-hari mah alhamdulillah, gak perlu beli, setiap panen sudah diperhitungkan untuk kebutuhan setahun,” ucap Sukayah ramah. Orang Naga memang sudah lama mandiri dengan pangan mereka.  Tak Tergiur Kehidupan ModernBeragam warisan kearifan lokal terbukti ampuh menjaga kehidupan manusia yang tinggal di sekitar sungai. Buktinya, Sungai Ciwulan alirannya terus bersih, tak ada cemaran polutan, apalagi hingga penuh sampah plastik.Padahal, hanya sekitar 500 meter dari tempat tinggal mereka pengaruh peradaban modern terasa. Jalan raya penghubung Tasikmalaya dengan Garut ramai setiap harinya dilewati kendaraan bermotor.
2
['konflik', 'sampah', 'trivia']
Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern | Kedekatan dengan peradaban modern, bisa saja membuat orang Naga setidaknya berpikir untuk hijrah ke kota. Apalagi gaya hidup masyarakat di luar Kampung Naga penuh menawarkan kemewahan. Rumah tembok, listrik, kemajuan teknologi dan kegairahan mengejar materi.Apakah orang Naga tertarik untuk mencari riuhnya kehidupan modern?Punduh atau Penjaga Naga, Ma’un (83) mengaku tak tertarik dengan kehidupan luar. Sesekali ia hanya tersenyum ketika ditanya apa pendapatnya tentang kehidupan tradisional itu.Ia menghela nafas dan menjawab, “Kesederhanaan membawa kesenangan dalam hidup, kenapa harus berlebihan?” Jawabnya seolah balik bertanya.Pandangan itu terpatri dalam falsafah hidup Adat Naga, yang tertera dalam tutur sebagai berikut: Teu saba, teu soba. Teu banda, teu boga. Teu weduk, teu bedas. Teu gagah, teu pinter.Intisari artinya adalah: Jika mau hidup bahagia warga Naga harus menjauhi kehidupan harta, tidak merasa lebih tinggi dari yang lain, dan hidup secukupnya secara bersahaja.Gaya hidup yang tak saling-bersaing memang langsung terlihat secara fisik.  Rumah di situ tampilan purna purwanya nyaris sama. Jenis rumahnya panggung. Dibangun mengikuti kontur tanah. Rumah-rumah itu tegak disangga kerangka utama dari tiang-tiang kayu.Bentuk atap rumahnya segi tiga, dengan bentuk khas yang disebut atap cagak gunting. Ternyata ia punya makna filosofi tentang bersatunya bumi, langit dan semua penghuninya, yang merupakan kesatuan jagat raya.Di bagian bawah tiang kayu rumah disangga batu yang berfungsi sebagai pondasi. Dan di atas batu itu berjarak sekitar 60 sentimeter dari tanah, dibentangkan lantai rumah dari papan kayu dan bambu.Irja menyebut bentuk rumah sejak zaman leluhur, dari dulu sudah begitu.  Mitigasi tewat tradisiSatu hal menarik dari orang Naga, tampaknya pengetahuan akan mitigasi kebencanaan sudah ada sejak kampung mereka berdiri.
2
['masyarakat desa', 'trivia']
Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern | Penamaan Naga yang sering dikaitkan dengan asal kata Nagawir dalam Bahasa Sunda, atau tebing terjal, yang secara tidak langsung memberi pemahaman tentang lansekap ruang hidup mereka.Mereka juga seolah punya perhitungan dalam membangun. Pasalnya, semua rumah memanjang pada alur timur-barat. Arah itu dipilih, karena sejalan dengan alurnya matahari.“Dibuat begitu agar rumah lebih sehat karena dibantu sirkulasi udara dan cahaya matahari yang baik,” ujar Ucu.Pintu masuk berada di sebelah selatan dan atau utara. Rumah mempunyai dua pintu masuk, keutamannya adalah bila terjadi kebakaran lekas diketahui. Fungsi lainnya adalah sosial, yaitu membantu kepada yang perlu dibantu.Menurut Sugeng Triyadi, arsitek dari Institut Teknologi Bandung, kunci bangunan tradisional biasanya terletak pada pondasi. Risetnya menyimpulkan, pondasi terbuat dari batu dan tiang kayu cenderung membuat rumah kokoh.Perihal rumah panggung dimana pondasi berjarak antara permukaan tanah dan lantai, pun berfungsi mengatur suhu dan kelembaban udara.Selain itu, atap rumah berbahan alami bebannya terhadap konstruksi rumah sangat kecil. Biasanya, keduanya menyesuaikan dengan tempat tinggal hingga menemukan konsep yang ideal.“Secara konseptual rumah Naga sudah sesuai teknologi kekinian. Berbahan ringan dan kokoh. Apalagi, mereka memiliki dua pintu. Itu sudah sesuai aturan mitigasi saat ini. Mereka maju dalam hal perhitungan membangun hunian tanpa merubah bentang alam.”Sugeng pun tak menutupi kekagumannya akan konstruksi tradisional Naga.  Padahal, pernah ada suatu masa Kampung Naga memiliki sejarah kelam. Hampir seluruh bangunan di kampung ini dibakar para pemberontak DI/TII pimpinan Kartosuwirjo sekitar tahun 1950-an. Hanya Bumi Ageung yang tersisa“Saat itu, kami nyaris kehilangan seluruh jejak peninggalan karuhun,” kata Ucu.
1
['bencana alam', 'trivia']
Kampung Naga, Oase Tradisi di Tengah Derap Kehidupan Modern | Sebenarnya bisa saja, setelah peristiwa waktu itu, mereka membangun rumah tembok. Alih-alih permukiman modern, orang Naga memilih mengembalikan seperti semula. Permukiman dibangun ulang, tanpa ada yang diubah.Jika pun Kampung Naga saat ini bertransformasi menjadi kawasan wisata budaya, bagi Ucup hal itu tak masalah.  Selama adat menjadi panduan perilaku dan menjaga sikap etik, semuanya berjalan saling melengkapi.Lewat pranata adat dan budaya yang mengakar, penduduk Naga hidup mandiri, dan pantang minta-minta. Sejatinya, kebanggaan hidup bagi mereka terletak pada keharmonisan antara manusia dengan alam.    [SEP]
2
['trivia']
Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan | [CLS]    Soleh, tampak memanggul dua tandan pisang dan sekarung mentimun. Pria 46 tahun ini, membunyikan genta yang digenggam di tangan kanan, Sabtu 30 Mei lalu. Genta bak tanda untuk memanggil monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang mendiami Wendit Waterpark, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Jawa Timur. Tiba-tiba, puluhan monyet muncul, bergelantungan dari balik dahan pepohonan di kawasan seluas 15 hektar itu.Monyet mendekati Soleh, juru kunci punden Mbah Kabul dan sendang Widodaren. Beriringan di belakang Soleh, Imam Effendi dan keluarga menyunggi tumpeng lengkap. Mereka membawa empat tumpeng nasi kuning, lengkap dengan lauk pauk. Aneka sayur, telur, ikan bandeng, tempe dan tahu. Koloni monyet ini mengikuti Soleh, sebagian langsung menyerbu buah pisang.Baca juga : Krisis Pakan Satwa di Kebun Binatang Dampak Pandemi CoronaImam Effendi meletakkan tumpeng di pelataran jalan masuk Wendit, obyek wisata yang dikelola Dinas Pariwisata Malang. Monyet menyantap tumpeng yang disajikan Imam beserta keluarga dengan lahap. Tandas, hanya tersisa sepotong bandeng. “Monyet ini tak makan ikan,” kata Imam.Imam, salah satu dari kelompok masyarakat yang peduli dengan nasib monyet di Wendit. Selama masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), obyek wisata ini tutup untuk wisata. Tak ada kunjungan, sedangkan monyet ini menggantungkan pakan dari pengunjung. Populasi monyet sekitar 400 ekor, tetapi tak banyak pepohonan mencukupi bahan pakan alami.Hatinya terketuk, setelah mengetahui monyet di Wendit kekurangan pakan. Setelah istri Soleh, Rupiatin mengunggah foto monyet di grup aplikasi perpesanan komunitas peduli sejarah, Jelajah Jejak Malang. “Selama ini, kita berbagi sesama manusia yang terdampak Corona. Kami membagikan masker hand sanitizer, dan sembako kepada orang yang membutuhkan. Kita lupa dengan nasib monyet di Wendit,” katanya.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'masyarakat desa', 'krisis', 'penyakit', 'hewan terancam punah']
Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan | Imam menghubungi Rupiatin, menanyakan apakah mentimun juga pakan monyet. Lantaran dia tengah panen mentimun. Monyet, katanya, tak cukup makan daun. Segera dia membawa sekarung mentimun dan jadi pakan monyet. Serta dua tundun pisang hasil kebun.Tumpeng secara spontan dari keluarganya. Tumpeng disajikan khusus untuk monyet ekor panjang di Wendit. Sembari memanjat doa kepada Tuhan agar diberi keberkahan kepada seluruh umat. “Berkah bagi semua dan wabah atau pagebluk ini segera sirna,” katanya.Dia berharap, pengunjung kembali normal, dan peduli terhadap kehidupan monyet. Imam berharap, monyet lestari dan mengundang semua pihak untuk bersolidaritas membawa buah dan sayuran untuk pakan monyet.    Perhatian warganet dan komunitasRupiatin mengatakan, selama masa pandemi, lebih banyak di sendang Widodaren dan punden Mbah Kabul membantu suaminya membersihkan dan merawat punden. Lantaran sejak pandemi, dia tak lagi mengajar mengaji di Kompleks Asrama Militer TNI Angkatan Udara Abdulrachman Saleh Malang. Saat awal puasa, dia melihat monyet kekurangan pakan.“Kalau kita kuat puasa, kalau monyet siapa yang memperhatikan?” kata Rupiatin kepada suaminya. Apalagi, monyet kerap keluar kawasan dan berkejaran di atap rumah warga.Wendit Waterpark berhimpitan dengan permukiman warga. Buah pisang dan nangka warga selalu ludes kena makan monyet.“Warga menyadari, monyet kekurangan pakan. Ya dibiarkan saja,” katanya.Bahkan monyet tak takut dengan rumah warga yang sengaja memasang topeng macan. Padahal, selama tinggal puluhan tahun di sana tak pernah melihat monyet mendatangi kampung.Sejak kecil, Rupiatin tak pernah melihat monyet keluar habitat. Kecuali saat Lebaran, katanya, sering ada monyet diusir dari koloni atau kelompoknya keluar Wendit. Kini, monyet sering berkelahi hingga luka-luka dan mati.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'kebijakan', 'penyakit']
Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan | Monyet di Wendit terbagi atas empat kelompok. Setiap kelompok memiliki dua sampai tiga monyet jantan berpostur besar, salah satunya menjadi pimpinan kelompok. Setiap kelompok tak bisa bertemu, mereka memiliki teritorial sendiri. “Jika bertemu bisa berkelahi,” katanya.Lantas dia mengunggah foto monyet di Facebook bertulis luwe (lapar). Lantas sejumlah warganet merespon. Sebagian langsung datang membawa ketela rambat, dan sayuran. Bahkan, sejumlah orang datang sekeluarga untuk mengajarkan kepada anaknya berbagi dengan makhluk lain.Selain itu, sejumlah komunitas terlibat, antara lain, Komunitas Jelajah Jejak Malang. Silih berganti, mereka datang membawa pakan untuk si monyet. Mereka membawa pisang, kacang panjang, mentimun dan ketela rambat.Selama ini, sebagian mpnyet mencari pakan dengan memakan lumut, dan buah pohon beringin (Ficus benjamina) dan pohon lo atau loa (Ficus racemosa). Saat belum ditutup, monyet juga dapat makan dari pengunjung yang dermawan membawa seperti pisang, kacang panjang dan kacang kulit. Bahkan, monyet juga mengorek makanan di tempat sampah. Saat obyek wisata air ini tutup, monyet kelaparan.Padahal, dulu saat libur Lebaran pengunjung melimpah. Para pengunjung banyak membawa makanan untuk monyet. Kalau monyet kenyang, katanya, tak akan mengganggu dan mengambil makanan di permukiman warga. Pakan yang diberikan pengelola Dinas Pariwisata Kabupaten Malang dan Pemerintah Desa Mangliawan, tak mencukupi.   Ikon WenditPerilaku monyet ekor panjang di Wendit mengalami penyimpangan selama puluhan tahun, terlebih sejak kawasan dibuka untuk tempat wisata. Perilaku monyet di hutan, justru menghindari perjumpaan dengan manusia. Di Wendit, monyet malah mendekat dan kadang agresif terhadap manusia.
1
['Aparatur Sipil Negara', 'Lembaga Swadaya Masyarakat', 'masyarakat desa', 'sampah']
Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan | Monyet Wendit lahir di kawasan wisata Wendit dan telah beradabtasi dengan manusia, termasuk dengan makanan manusia. “Monyet di Wendit tak bisa disebut liar seperti di hutan,’ kata Ketua Protecting and Forest Wildlife (ProFauna), Rosek Nursahid.Monyet liar, katanya, bakal takut dengan kehadiran manusia. Perubahan perilaku menyimpang dari dulu, bukan perilaku alami. Puluhan tahun telah beradabtasi dengan perilaku manusia, katanya, makan buah, daun, roti dan nasi seperti manusia.Saat pandemi, katanya, seharusnya tanggungjawab pengelola untuk menyediakan pakan. Monyet ini jadi ikon Wendit hingga secara tak langsung memberikan keuntungan ekonomi selama puluhan tahun. “Saat bencana harus tanggung jawab.”Perubahan perilaku karena salah kaprah pengelolaan Wendit sejak lama. Seharusnya, kata Rosek, pengunjung tak boleh berinteraksi secara fisik dan memberi pakan monyet.Kini, pembatasan fisik tak mungkin karena monyet telah berubah. Saat monyet lapar jadi agresif. Berebut makanan pengunjung maupun menjarah di permukiman warga.Untuk itu, pengelola harus memenuhi dan mencukupi pakan monyet agar mereka tak menjarah dan agresif kepada manusia. Monyet, katanya, berpotensi menularkan penyakit hepatitis dan rabies kepada manusia.“Itu satu-satunya cara di Wendit agar tak agresif kepada manusia. Ini kasuistis, khusus di Wendit,” katanya. ***Lebih 15 tahun, Soleh dipercaya menjadi juru kunci punden Mbah Kabul dan Sendang Widodaren di dalam area Wendit Waterpark. Juru kunci diwarisi secara turun temurun. Dia bertanggungjawab terhadap kebersihan dan keamanan punden dan sendang.“Menurut Mbah dulu, awalnya Mbah Kabul merawat dua monyet. Kemudian berkembang menjadi satu kelompok,” katanya.Lantas populasi makin bertambah seperti sekarang. Mbah Kabul sendiri seorang brahmana yang diutus Raja Majapahit pertama Raden Wijaya (1293-1309) untuk menjaga sendang suci Widodaren.
1
['penyakit']
Kala Monyet Ekor Panjang di Wendit Kurang Pakan | Masyarakat adat Tengger juga mempercayai sumber air di Sendang Widodaren terhubung dengan sumber air di Goa Widodaren di Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Pasuruan. Setiap tahun ada ritual tirta aji atau pengambilan air suci saat musim tanam. Upacara dilakukan masyarakat adat Tengger di Lereng Gunung Bromo, dipimpin dukun atau ketua adat setempat.Sebagian masyarakat adat Tengger membawa tumpeng, saat hari raya ketupat atau sepekan setelah Idul Fitri. Tumpeng ini menjadi santapan monyet yang mendiami Wendit. Bahkan, sebagian petani di Tengger membawa hasil bumi seperti kentang, kubis, kambing, ayam dan bawang. Sembari berdoa agar hasil bumi melimpah.Soleh berharap pedulian sesama, lantaran tak banyak yang memikirkan monyet di Wendit. Yang penting, katanya, monyet bisa makan. “Ayo, bagi rezeki untuk sesama makhluk Tuhan. Batin tenang, kalau monyet sudah makan. Kalau lapar, menjadi nelangsa.” Keterangan foto utama: Monyet kelaparan di Wendit Waterpark, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Jawa Timur. Warga maupun komunitas bersolidaritas memberi pakan monyet. Foto: Eko Widianto/ Mongabay Indonesia [SEP]
2
['masyarakat desa', 'foto']
Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan | [CLS]  Pencemaran pada perairan laut selalu menjadi persoalan yang pelik dan tidak gampang diselesaikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama ini, kasus pencemaran yang terjadi pada wilayah perairan Indonesia, hampir selalu ditangani oleh tenaga ahli yang dimiliki Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).Ketergantungan kepada instansi kementerian lain, menjadi persoalan serius karena membuat KKP tidak bisa bergerak sendiri untuk menyelesaikan setiap persoalan yang diakibatkan oleh kasus pencemaran. Demikian dikatakan Direktur Pengawasan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP Matheus Eko Rudianto di Jakarta, belum lama ini.“Kita serius dalam menangani kasus pencemaran perairan yang ada di laut Indonesia,” ucap dia.Menurut dia, untuk bisa melakukan penanganan dengan prosedur yang tepat, pihaknya mengandalkan aparat Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, terutama Polisi Khusus Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Polsus PW3K).Salah satu upaya agar aparat PSDKP bisa melaksanakan prosedur saat pencemaran perairan terjadi, adalah dengan memberikan pelatihan secara khusus tentang praktik lapangan berupa pengambilan sampel air yang tercemar. Praktik tersebut dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jakarta.“Kita bekerja sama dengan Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM KLHK,” jelas dia.baca : Pembersihan Tanki Potensial Cemari Perairan Laut?  Dalam menangani kasus pencemaran perairan di wilayah laut, teknik pengambilan sampel air menjadi kemampuan utama yang harus dimiliki oleh seluruh aparat PSDKP di 34 provinsi. Hal itu, karena hasil uji sampel dari air yang tercemar akan menjadi dasar yang kuat untuk menentukan langkah hukum seperti apa yang harus dikenakan kepada pelaku pencemaran di laut.
0
['Aparatur Sipil Negara', 'budidaya', 'konflik', 'politik']
Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan | Dengan kata lain, Eko mengatakan kalau pemahaman teknik pengambilan sampel air laut yang baik akan memengaruhi akurasi penilaian terhadap uji sampel air yang dilakukan. Penilaian itu, mencakup juga seberapa besar atau kecil kadar pencemaran yang sudah terjadi pada wilayah perairan laut yang dimaksud.”Sampel harus diambil dengan cara yang benar dan oleh petugas yang sudah bersertifikasi, sehingga sampel tersebut dapat digunakan untuk proses hukum lebih lanjut,” tutur dia.Untuk bisa melaksanakan uji sampel air yang diduga sudah tercemar, KKP menetapkan dua fokus kategori pencemaran. Pertama, adaalah kasus yang diakibatkan oleh industri perikanan, baik oleh unit pengolahan ikan (UPI), dan pembuangan oli dan sampah oleh kapal perikanan.Kedua, kasus pencemaran perairan yang diakibatkan oleh industri non perikanan tetapi masih berdampak terhadap sektor perikanan. Biasanya, kasus pencemaran yang diakibatkan oleh kategori kedua salah satunya adalah pencemaran oleh industri logam berat dan industri sejenisnya. Uji SampelMenurut Eko Matheus, kedua kategori tersebut memerlukan penanganan yang ekstra dan langkah hukum yang tepat. Selama ini, untuk menangani kedua kategori kasus tersebut, KKP selalu mengandalkan petugas pengambil sampel air tercemar dari KLHK, karena mereka sudah memiliki sertifikat.“Kita tidak memiliki pengambil sampel yang tersertifikasi,” ungkap dia.Dengan adanya pendidikan khusus dengan melibatkan tenaga SDM ahli dari KLHK, Eko berharap penanganan kasus pencemaran perairan bisa dilakukan lebih cepat dan tepat. Terlebih, saat ini pihaknya sudah melakukan pemetaan potensi kerawanan pencemaran di wilayah perairan Indonesia yang perlu menjadi perhatian bersama.Adapun, beberapa wilayah yang dinilai rawan terhadap pencemaran perairan itu ada di perairan sekitar Makassar (Sulawesi Selatan), Medan (Sumatera Utara), Jawa Tengah, Jawa Timur, Kota Batam dan pulau Bintan (Kepulauan Riau).
0
['budidaya', 'konflik', 'lahan', 'perusahaan', 'sampah']
Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan | baca juga : Pencemaran Minyak, Penanganannya Belum Seintensif Kebakaran Hutan dan Lahan?  Eko Matheus menjelaskan, penanganan serius kasus pencemaran perairan merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan junto UU Nomor 45 Tahun 2009, pasal 12 jo pasal 86, perbuatan yang mengakibatkan pencemaran diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda maksimal Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah).Selain ketentuan di atas, pidana berkaitan dengan kasus pencemaran perairan juga diatur dalam UU Nomo 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PW3K) junto UU Nomor 1 Tahun 2014, pasal 35 jo Pasal 73.Dalam aturan di atas, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan penambangan pasir, mineral, minyak, dan gas yang menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan, diancam pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana paling sedikit Rp2.000.000.000 (dua milia rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).”Kalau terkait ketentuan pidana sudah jelas, jadi kami mengajak agar semua pihak mematuhi ketentuan tersebut,” pungkas dia.Bentuk nyata keseriusan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi persoalan pencemaran perairan, diperlihatkan KKP dengan melaksanakan tindakan pencegahan terhadap kapal yang melakukan pencemaran di Pelabuhan Laurentius Say, Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.Upaya penindakan tersebut dilakukan, setelah Ditjen PSDKP mendapatkan informasi dari masyarakat tentang kegiatan kapal yang melakukan pencucian terpal dengan cara merendam dan membilasnya di permukaan laut di sekitar pelabuhan.“Kami langsung berkoordinasi dengan instansi terkait untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penindakan,” ungkap Direktur Jenderal PSDKP Tb Haeru Rahayu, akhir Maret lalu.  Tindakan Pencegahan
0
['bencana alam', 'budidaya', 'kebijakan', 'konflik', 'lahan', 'pendanaan', 'tambang']
Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan | Kapal yang dimaksud itu, tidak lain adalah KM Satoni yang diketahui melakukan bongkar muat semen yang diangkut dari Makassar. Setelah melaksanakan bongkar muat, kapal yang dipenuhi sisa material semen kemudian dibersihkan dengan cara seperti disebutkan di atas.Menurut dia, perbuatan awak kapal KM Satoni tersebut berpotensi menimbulkan pencemaran pada perairan di sekitar Pelabuhan Maumere. Selain itu, aktivitas pembersihan kapal dengan cara seperti itu, juga berpotensi memicu terjadinya kerusakan ekosistem pesisir laut yang ada di sekitar pelabuhan.“Petugas kami telah memastikan bahwa perbuatan awak kapal KM Satoni belum menimbulkan pencemaran dan kerusakan. Namun demikian nakhoda kapal yang bersangkutan telah kami periksa dan telah menandatangani berita acara serta menyatakan tidak akan mengulangi perbuatannya,” terang dia.Haeru Rahayu menyebutkan, dugaan aktivitas yang memicu terjadinya pencemaran perairan di Maumere, bukanlah aktivitas pertama yang berhasil dilacak oleh KKP. Sebelumnya, ada banyak kasus serupa yang terjadi di berbagai daerah, seperti di Rembang dan Pekalongan (Jawa Tengah), Karawang (Jawa Barat), Cilegon (Banten), Kepulauan Riau, dan DKI Jakarta.“Permasalahan pencemaran perairan ini menjadi salah satu perhatian serius kami, karena memiliki implikasi negatif terhadap sumber daya ikan dan lingkungan laut sekitarnya,” jelas dia.Agar persoalan pencemaran perairan bisa dicegah lebih baik lagi, KKP melaksanakan upaya pencegahan dan pengawasan secara komprehensif, dimulai dari menyusun rencana aksi, sosialisasi, kerja sama dengan instansi terkait, peningkatan kapasitas aparat, sampai berpartisipasi dalam tim penanganan pencemaran nasional.“Kami bekerjasama dengan TNI AL (Angkatan Laut) serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) bersama-sama melakukan tindakan pencegahan dan memberikan sanksi sesuai kewenangan masing-masing,” tutur dia.
1
['Aparatur Sipil Negara', 'konflik', 'lahan']
Ekosistem Laut Terancam Pencemaran Perairan | Diketahui, terungkapnya upaya pencemaran perairan yang dilakukan KM Satoni bermula dari beredarnya sebuah video yang berisi aktivitas ABK sebuah kapal yang melakukan pencucian terpal bekas penutup muatan barang dengan cara mencelupkan dan membilasnya ke laut di Pelabuhan Maumere. Sebelumnya, kapal diketahui melakukan penyemprotan terlebih dahulu.  [SEP]
0
['konflik']
Gajah Minas Bantu Relokasi Gajah Liar ke Bukit Tigapuluh | [CLS]     Habitat satwa terus susut untuk beragam alih fungsi, antara lain, jadi pemukiman, perkebunan dan pertambangan dan lain-lain. Konflik manusia dan satwa pun makin banyak, satu contoh terjadi di Desa Lubuk Lawas, Kecamatan Batang Asam, Tanjung Jabung Barat, Jambi.Sudah hampir empat bulan satu gajah jantan berusia sekitar delapan tahun berkeliaran di perkebunan warga. Gajah dari lanskap Bukit Tigapuluh ini menjelajah hingga ke Tanjung Jabung Barat karena mengalami fase dispersal. Dase dimana gajah jantan memisahkan diri dari kelompok mencari wilayah jelajah baru agar tak terjadi perkawinan sedarah.Baca juga: Menyoal Kematian Gajah pada Konsesi Perkebunan Kayu di RiauWarga memutuskan melaporkan gajah ini pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. BKSDA Jambi berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan Jambi membentuk tim gabungan penanganan konflik.“Upaya penanganan konflik satwa dan manusia di Jambi adalah tanggung jawab kita bersama. Karena itu kerja kolaborasi sangat diperlukan agar permasalahan ini dapat ditanggulangi,” kata Rahmad Saleh, Kepala BKSDA Jambi. Pemberian vitamin gajah sebelum lepas liar. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia Tim gabungan penanganan konflik bertugas sosialisasi soal gajah di perkebunan warga guna mengurangi risiko konflik dan relokasi serta pemantauan pasca relokasi.“Sudah banyak tanaman perkebunan dan sawah warga dirusak gajah selama di Lubuk Lawas dan sekitar,” kata Muhammad Olis, Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI yang giat sosialisasi keberadaan gajah liar itu.Pada 7 Maret, tim gabungan yang dengan koordinir Dinas Kehutanan Jambi upaya relokasi, mulai memobilisasi dua gajah jinak dari Pusat Latihan Gajah Minas di Riau. Gajah jinak ini akan membantu menggiring gajah liar.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'Lembaga Swadaya Masyarakat', 'masyarakat desa', 'foto', 'konflik', 'lahan', 'pertanian', 'tambang']
Gajah Minas Bantu Relokasi Gajah Liar ke Bukit Tigapuluh | Pada 8 Maret, dua gajah jinak tiba di Lubuk Lawas. Tim gabungan yang terdiri KPH Tanjung Jabung Barat, Frankfurt Zoological Society (FZS) TNI dan Polri, BKSDA Jambi dan Riau, masyarakat mitra konservasi dan mitra swasta terus memantau pergerakan gajah liar. Gajah liar sempat bergerak mendekati gajah jinak yang tidak jauh dari posko tim.Pada 9 Maret, gajah liar berhasil dilumpuhkan dengan tembakan bius. Gajah liar digiring dengan bantuan gajah jinak, naik ke truk dan pindah segera ke lanskap Bukit Tigapuluh.Hari Rabu, 11 Maret pukul 04.00, gajah tiba di lokasi pelepasliaran di wilayah restorasi ekosistem PT. Alam Bukit Tigapuluh, terletak di Kecamatan Sumay, Tebo. Sebelum lepas liar gajah dipasangi kalung GPS (global positioning system) untuk mempermudah memantau pergerakannya.Saat pemasangan kalung GPS berlangsung, tim juga mengukur lingkar dada gajah untuk memperkirakan berat badan. “Dari pengukuran diperkirakan gajah ini berbobot sekitar 2,5 ton,” kata Zulmanudin, Kepala Tim Medis yang menangani relokasi gajah ini. Pemulihan gajah jinak sebelum kembali ke Riau. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia Dua gajah jinak pun kembali ke truk dan mendapat perawatan dari tim medis agar kondisi prima selama perjalanan ke Riau. Pada Kamis ( 12/3/20), dari hasil pemantauan tim monitoring, gajah mulai bergerak menjauh dari lokasi pelepasliaran.Krismanko Padang, Ketua Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) mengapresiasi pemindahan gajah ini. “Kami berharap, kerja kolaborasi penanganan konflik gajah dan manusia di Jambi dapat terus berjalan baik,” katanya.Selama 2020, sudah lima laporan konflik satwa dengan manusia yang diterima BKSDA Jambi. Empat kasus di Jambi, antara lain, di Tanjung Jabung Barat, Tebo dan Kerinci. Laporan terbaru dari Desa Sepintun Sarolangun.
2
['Aparatur Sipil Negara', 'Lembaga Swadaya Masyarakat', 'masyarakat desa', 'foto', 'kebijakan', 'konflik', 'penyelamatan lingkungan', 'hewan terancam punah']
Gajah Minas Bantu Relokasi Gajah Liar ke Bukit Tigapuluh | Warga Desa Sepintun, langsung mendatangi BKSDA Jambi untuk melaporkan ini pada 5 Maret lalu. “Laporan dari warga sudah kami terima. Kami akan mengirimkan tim ke lapangan untuk pengecekan,” kata Rahmad.Dari laporan, diperkirakan ada dua gajah di desa itu. BKSDA masih mengkaji kemungkinnan relokasi. KEE Bukit TigapuluhKawasan Ekosistem Esensial (KEE) Bukit Tigapuluh bakal jadi kawasan habitat perlindungan hidupan liar yang menghubungkan beberapa koridor jadi jalur lintasan satwa liar terutama gajah Sumatera di Tebo, memasuki babak baru.Pembentukan forum kolaborasi pengelola kawasan ekosistem esensial koridor hidupan liar di bentang alam Bukit Tigapuluh, telah disahkan dengan Keputusan Gubernur No. 177 tertanggal 19 Februari 2020.Forum yang beranggotakan pemerintah pusat, pemerintah daerah, TNI dan Polri serta mitra konservasi dan swasta ini bertugas mengusulkan areal pengelolaan KEE dan menyusun rencana aksi pengelolaan.Selama 2019, ada tiga kasus kematian gajah di Jambi, satu terjadi di kawasan yang akan diusulkan jadi KEE. Dugaan kuat penyebab kematian gajah karena memakan racun. Lokasi temuan bangkai gajah di perkebunan warga yang merambah konsesi perusahaan.  Keterangan foto utama:  Proses penggiringan gajah liar oleh gajah jinak ke dalam truk. Foto: Lili Rambe/ Mongabay Indonesia [SEP]
1
['Aparatur Sipil Negara', 'Lembaga Swadaya Masyarakat', 'masyarakat desa', 'foto', 'inovasi', 'perusahaan', 'politik']
Satwa Misterius Sulawesi Terpantau di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone | [CLS]   Musang sulawesi [Macrogalidia musschenbroekii], yang merupakan satwa karnivora endemik Sulawesi perlahan terdeteksi keberadaannya. Satwa yang disebut misterius itu terekam kamera di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW] dan di kawasan Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara.“Kenapa disebut masih misteri? Karena informasinya sangat minim. Selain itu, keberadaannya di kawasan TNBNW sulit dijumpai. Namun sejak tiga tahun terakhir, kehadirannya berhasil diketahui melalui kamera jebak [camera trap],” jelas Iwan Hunowu, peneliti dari WCS-Indonesia Program untuk Sulawesi, akhir Desember 2019.April 2019, Balai TNBNW bekerja sama dengan EPPAS Project dan WCS-Indonesia Program, merilis temuan musang sulawesi di Gunung Poniki yang didapat melalui kamera jebak. Meningkatnya perjumpaan ini sekaligus memberi informasi bahwa satwa ini tidak selangka yang diperkirakan sebelumnya.“Fakta menunjukkan musang sulawesi benar-benar ada di kawasan TNBNW, yang selama ini sulit dijumpai,” ujar Iwan.Baca: Kamera Penjebak Kembali Mendeteksi Keberadaan Musang Sulawesi  Pertengahan Desember 2019, jurnal internasional berbasis di Cambridge, Inggris, merilis hasil temuan musang sulawesi itu. Jurnal tersebut ditulis langsung Iwan Hunowu dan Alfons Patandung yang menjelaskan hasil survei yang mereka lakukan di seluruh Sulawesi Utara. Fokus utamanya di dua kawasan konservasi yaitu TNBNW dan Cagar Alam Tangkoko.“Sebenarnya sudah ditulis sejak 2016, namun baru diterbitkan pada 2019 oleh Oryx Journal. Sebelumnya pada 2003, saya juga menulis musang sulawesi di jurnal yang sama, namun lokasi berbeda, di Sulawesi Tenggara,” kata Iwan kepada Mongabay.Baca: Bogani Nani Wartabone yang Bukan Taman Nasional Biasa…  
1
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'kebijakan', 'lahan', 'penyakit', 'hewan terancam punah', 'trivia']
Satwa Misterius Sulawesi Terpantau di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone | Publikasi tersebut, menurut Iwan, membutuhkan waktu lama karena harus mendapat masukan para ahli. Di Sulawesi sendiri ada tiga jenis musang, namun dua di antaranya bukan berstatus endemik melainkan spesis introduksi, yaitu Malay Civet atau musang melayu [Viverra tangalunga] dan Palm Civet atau musang palem [Paradoxurus hermaphrodites]. Sementara yang khas hanyalah Sulawesi Civet atau musang sulawesi.“Hasil survei kami menemukan keberadaan musang sulawesi lebih banyak di hutan primer ketimbang hutan sekunder. Bahkan, ada juga di kebun warga,” ujarnya.  Berdasarkan jurnal yang ditulis Iwan Hunowu dan Alfons Patandung, disebutkan bahwa musang sulawesi berstatus Rentan [Vulnerable] dalam Daftar Merah IUCN, karena dugaan menurunnya populasi yang dipicu berkurangnya hutan primer. Selain itu, tidak ada data berapa jumlah populasi terkini yang dapat dijadikan rujukan, disebabkan kurangnya survei di lokasi potensial.Survei yang dilakukan WCS tersebut merekam 13 kali kehadiran musang sulawesi di delapan lokasi di TNBNW, baik di dalam kawasan maupun di luar.“Ciri khasnya memiliki cincin-cincin putih bagian ekor. Satwa ini juga termasuk nokturnal, mungkin inilah yang membuat musang sulawesi jarang dijumpai. Justru yang sering terpantau musang melayu,” ungkap Iwan.  Meski demikian, pada Maret 2018, tim patroli Balai TNBNW pernah menemukan musang sulawesi terperangkap jerat yang dipasang warga. Biasanya, jerat tersebut untuk menangkap babi hutan, namun satwa yang terperangkap bisa apa saja: anoa, musang, bahkan burung maleo. Faktor ini yang membuat musang sulawesi rentan terhadap ancaman, selain berkurangnya hutan primer yang merupakan habitat alaminya.  
1
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'konflik', 'penyakit', 'trivia']
Satwa Misterius Sulawesi Terpantau di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone | TNBNW, selain rumahnya musang sulawesi, merupakan tempat hidupnya satwa-satwa endemik Sulawesi, seperti dua jenis anoa [Bubalus depressicomis dan Bubalus quarlessi], dua jenis monyet [Macaca nigra dan Macaca nigrescens], babirusa sulawesi [Babyrousa celebensis], maleo [Macrocephalon maleo], dan julang sulawesi [Rhyticeros cassidix].TNBWN adalah kawasan konservasi darat terluas di Sulawesi, mencapai 282.008,757 hektar, yang berada di dua provinsi yaitu Sulawesi Utara dan Gorontalo.“Masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi musang sulawesi ini. Kebutuhan saat ini adalah survei populasi,” papar Iwan.   [SEP]
1
['penyakit', 'trivia']
Cara Melestarikan Manfaat Teripang | [CLS]  Ada banyak khasiat yang bisa didapat dari Teripang, hewan laut yang tidak memiliki tulang belakang. Hewan tersebut diketahui mengandung nutrisi yang baik untuk tubuh manusia, seperti lemak, kalori, protein, vitamin A, vitamin B2, vitamin B3, dan mineral seperti kalsium dan magnesium.Semua manfaat itu bisa didapat, salah satunya jika dikonsumsi langsung sebagai olahan pangan. Dalam mengolahnya, hewan dengan nama ilmiah Holothuroidea tersebut bisa dijadikan pangan yang diolah menjadi kering, atau dalam bentuk aslinya sebagai bahan baku segar.Selain sebagai bahan pangan, Teripang juga sangat bagus bagi tubuh manusia karena memiliki khasiat sebagai obat. Salah satunya yang sudah menghasilkan riset, adalah sebagai obat pencegah untuk penyakit kanker.Dengan kegunaan seperti itu, negara-negara di dunia dalam beberapa dekade terakhir terus berlomba untuk melakukan penelitian tentang manfaat yang dihasilkan dari Teripang. Termasuk, untuk kegiatan budi daya perikanan yang menjadi bagian dari sektor kelautan dan perikanan.Peneliti Budi daya Perikanan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lisa Fajar Indriana memaparkan beragam manfaat Teripang dengan lebih detail. Menurut dia, hewan laut tersebut bermanfaat untuk bahan baku farmasi, kosmetik, dan juga pangan.Di Cina, Teripang sudah sejak lama dimanfaatkan oleh warga lokal sebagai obat tradisional. Sementara untuk pangan, Teripang menjadi bahan pangan potensial untuk diolah menjadi makanan mewah, sebagai sumber protein, dan nutrisi yang tinggi.Manfaat lain dari Teripang, adalah berperan sebagai penjaga ekologi di alam. Setiap Teripang yang ada perairan laut, itu akan membantu untuk menjaga keseimbangan ekosistem perairan dangkal, memakan sedimen/sisa bahan organik, bakteri, dan mikroorganisme.baca : Menjaga Teripang di Alam dengan Teknologi Budi daya  
2
['Lembaga Swadaya Masyarakat', 'budidaya', 'inovasi', 'lahan', 'penelitian', 'penyakit', 'perusahaan']
Cara Melestarikan Manfaat Teripang | Sebagai penjaga kelestarian ekosistem di laut, Teripang juga berperan sebagai pengolah sedimen/bioturbator, berperan dalam siklus nutrisi dan transfer energi dalam rantai makanan, serta meningkatkan keanekaragaman hayati melalui simbiosis.Manfaat yang beragam tersebut, menjadi alasan kuat untuk melaksanakan budi daya pada Teripang di Indonesia. Terutama, karena Teripang juga menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi untuk dikirim ke pasar internasional melalui jalur ekspor.Pilihan melaksanakan budi daya, juga karena didasarkan pada pertimbangan bahwa populasi Teripang di alam terus mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Kondisi itu menyebabkan produksi Teripang secara global juga ikut mengalami penurunan.Penyebab terus menurunnya populasi, disinyalir karena permintaan dari pasar global juga terus meningkat secara signifikan dan itu menjadikan kegiatan penangkapan Teripang berjalan semakin tak terkendali.Karenanya, Teripang harus segera diusulkan masuk ke dalam daftar merah kelompok biota yang terancam punah Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN). Tanpa ada perhatian seperti itu, maka ancaman terhadap ekologi akan semakin cepat terjadi.Selain itu, Konvensi Perdagangan Internasional Tumbuhan dan Satwa Liar Spesies Terancam (CITES) juga diharapkan bisa segera memasukkan Teripang ke dalam kelompok Appendiks II, yaitu spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.Adapun, dalam melaksanakan budi daya Teripang ada beberapa tahapan yang harus dilewati oleh para pembudi daya. Di antaranya adalah tahapan manajemen induk yang meliputi proses pengemasan (packing), transportasi, aklimatisasi, dan manajemen induk.Kemudian, tahapan berikutnya adalah rangsang pijah dan pemijahan yang mencakup kejut suhu, pakan berlebih, dan pengeringan. Proses ini meliputi seleksi induk, rangsang pijah, pemijahan, dan embriogenensis.
2
['budidaya', 'energi', 'inovasi', 'konflik', 'perdagangan', 'hewan terancam punah']